Sabtu, 17 Desember 2016

Permulaan Sosiologi di Indonesia



            Walau pada hakikatnya para pujangga dan pemimpin Indonesia belum pernah mempelajari teori-teori formal sosilogi sebagai ilmu pengetahuan, banyak di antara mereka yang telah memasukkan unsur-unsur sosiolgi ke dalam ajaran-ajarannya. Ajaran Wulang Reh yang diciptakan oleh Sri Paduka Mangkunegoro IV dari Surakarta antara lain mengajarkan tata hubungan antara para anggota masyarakat Jawa yang berasal dari golongan-golongan yang berbeda, banyak mengandung aspek sosiologi, terutama dalam bidang hubungan antargolongan (intergroup relations). Almarhum Ki Hadjar Dewantoro, pelopor utama yang meletakkan dasar-dasar bagi pendidikan nasional di Indonesia, memberikan sumbangan yang sangat banyak pada sosiologi dengan konsep-konsepnya mengenai kepemimpinan dan kekeluargaan Indonesia yang dengan nyata dipraktikkan dalam organisasi pendidikan Taman Siswa.
Dari keterangan-keterangan di atas, nyatalah bahwa unsur-unsur sosiologi tidak digunakan dalam suatu ajaran atau teori yang murni sosiologis, tetapi sebagai landasan untuk tujuan lain, yaitu ajaran tata hubungan antarmanusia dan pendidikan. Apabila melihat hasil-hasil karya para sarjana (kebanyakan) orang Belanda, sebelum perang dunia kedua, yang mengambil masyarakat Indonesia sebagai pusat perhatiannya seperti misalnya tulisan-tulisan Snouck Hurgronje, C. Van Vollenhoven, Ter Haar, Duyvendak, dan lain-lain, dalam hasil-hasil karya itu pun tampak adanya unsur-unsur sosiologis yang dipergunakan dan dikupas secara ilmiah, tetapi kesemuanya hanya dalam kerangka yang nonsosiologis dan tidak sebagai ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri. Hal itu tidaklah berarti bahwa metode yang digunakan untuk meneropong sesuatu masalah atau gejala sosiologis adalah salah atau tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah; sama sekali tidak. Keterangan di atas hanyalah dimaksudkan untuk menyatakan bahwa sosiologi, pada waktu itu di Indonesia, dianggap sebagai ilmu pembantu bagi ilmu-ilmu pengetahuan lainnya. Dengan begitu sosiologi, pada waktu itu di Indonesia, dianggap sebagai ilmu pembantu bagi ilmu-ilmu pengetahuan lainnya. Dengan perkataan lain, sosiologi pada saat itu belum dianggap cukup penting dan cukup dewasa untuk dipelajari dan dipergunakan sebagai ilmu pengetahuan, terlepas dari ilmu0ilmu pengetahuan lainnya.
            Sekolah Tinggi Hukum (Rechtshogeschool) di Jakarta pada waktu itu merupakan satu-satunya lembaga perguruan tinggi yang sebelum perang dunia kedua memberikan kuliah-kuliah sosiologi di Indonesia. Di sini pun ilmu pengetahuan tersebut hanyalah dimaksudkan sebagai pelengkap bagi mata pelajaran ilmu hukum. Pengajar yang memberikan kulaih pun bukanlah sarjana-sarjana yang secara khusus memusatkan perhatiannya pada sosiologi, karena pada waktu itu belum ada spesialisasi sosiologi, baik di Indonesia maupun di negeri Belanda. Sosiologi yang dikuliahkan pada waktu itu untuk sebagian besar bersifat filsafat sosial dan teoritis, berdasarkan buku-buku hasil karya Alfred Vierkandt, Leopold von Wiese, Bierens de Haan, Steinmetz dan sebagainya.
            Pada tahun-tahun1934/1935 kuliah-kuliah sosiologi pada Sekolah Tinggi Hukum tersebut justru ditiadakan karena pada waktu itu para guru besar yang memegang tanggungjawab dalam menyusun daftar kuliah berpendapat bahwa pengetahuan tentang bentuk dan susunan masyarakat beserta proses-proses yang terjadi di dalamnya tidak diperlukan dalam hubungan dengan pelajaran hukum. Di dalam pandangan mereka, yang perlu bdiketahui adalah hukum positif yaitu peraturan-peraturan yang berlaku dengan sah pada suatu waktu dan suatu tempat tertentu. penyebab terjadinya suatu peraturan dan apa yang sebenarnya menjadi tujuannya dianggap tidak penting dalam pelajaran ilmu hukum. Hal yang penting adalah perumusan peraturannya dan sistem-sistem untuk menafsirkannya.
            Di dalam tingkat perkembangan sosiologi yang demikian itu, di mana teori yang diutamakan sedangkan ilmunya belum dianggap penting untuk dipelajari tersendiri, tidak dapat diharapkan berkembangnya penelitian sosiologis yang mencoba menemukan kenyataan-kenyataan sosiologis yang mencoba menemukan kenyataan-kenyataan sosiologi dalam masyarakat Indonesia.

Referensi:
Soerjono Soekanto. 2013. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar