Sabtu, 17 Desember 2016

Filsafat Adalah Ilmu Pengetahuan Yang Otonom



            Seperti yang telah dikatakan, ada dua pengetahuan universal yang meliputi seluruh hidup manusia dan yang untuk sebagian mengenai persoalan-persoalan yang sama, sehingga terasa haruslah ada suatu hubungan antara kedua ilmu itu.
            Lagi pula, apabila orang di samping pengetahuan yang dicapai dengan akal budi manusia sendiri menerima adanya suatu sumber pengetahuan lain lagi yang melampaui kekuatan akal budi kita sendiri, maka timbullah pertanyaan bagaimanakah hubungan antara yang satu dengan yang lain itu.
            Pendapat-pendapat para ahli di sini pun sangat berlainan.
a.       Ada yang mengatakan: Filsafat berdasarkan dan berpangkalan pada wahyu dari Tuhan konsekuensinya ialah: Filsafat bukanlah suatu ilmu yang berdiri sendiri, yang otonom, tidak bedasarkan kodrat akal budi manusia, melainkan sama sekali tergantung dari dan ditentukan isinya oleh agama. Eksistensi filsafat menjadi: “Filsafat agama”. Dalam eksistensinya yang demikian ini filsafat agama dapatlah dibedakan atas dua jenis, yaitu:
1)      Filsafat agama pada umumnya. Ini adalah hasil pemikiran dasar-dasar agama yang berfilsafat analitis rasional dalam kritis, tetapi bebas (terlepas) dari ajaran-ajaran agama. Dalam pembahasannya tentang ajaran-ajaran agama di satu pihak bersifat membenarkan dan di lain pihak bisa bersifat mengingkarinya atau menentangnya. Oleh karena itu pembahasannya berkisar pada sifat pertanyaan yang hakiki seperti antara lain:
a)      Apakah agama itu?
b)      Dari manakah asalnya agama itu?
c)      Apakah tujuan gama itu?
d)     Di manakah batas akhirnya agama itu?
2)      Filsafat sesuatu agama atau theology (ilmu agama) membahas dasar-dasar yang terdalam tentang sesuatu agama tertentu, misalnya: theology Islam, theology Nasrani dan theology Yahudi. Pembahasannya masing-masing tidak lagi memperasalahkan kebenaran agama yang dibahasnya itu, karena telah diterima sepenuhnya sebagai kebenaran. Sifat pembahasannya juga bersifat analitis, rational dan kritis dengan tujuan memberikan alasan rational dari pembenaran agama itu. Jadi tugas filsafat di sini ialah berusaha mengantar ajaran-ajaran agama itu ke dalam budi manusia sehingga dapatlah diterima dan dipahami sepenuhnya secara rational.
b.      Ada pula yang mengatakan: yang ada pada kita, yaitu hanyalah akal budi manusia saja: Agama dan kepercayaan mereka anggap “kolot” atau “ketinggalan zaman”, paling banter hanya “perasaan saja”. Untuk pendapat ini patutlah ditampilkan aliran filsafat Rationalisme dengan tokohnya antara lain:
1)      Rene Descartes (nama Latinnya: Cartesius) yang terkenal dengan ucapannya: cogito ergo sum; jepense doncje suis; sive existo; yang berarti: “saya berpikir karena itu saya ada”.
2)      Benedictus ce Spinoza. Ia terkenal dengan ajarannya tentang substansi yang disebut “monisme”. Hanya ada satu substansi yang meliputi segala sesuatu yang dinamakannya “dues sive substantie” atau “dues sive natura”. Hal ini menampakkan diri dalam dua jenis bentuk. Yang satu mempunyai tanda yang berupa keluasan/kelapangan sedang yang lain tandanya ialah kesadaran.
3)      Gottfried Wilhelm Leibnits. ia terkenal dengan ajarannya tentang “monade”. Bahwa yang merupakan kekuatan yang sebenarnya adalah gaya atau kekuatan. Pusat-pusat gaya atau kekuatan itu mempunyai kesadaran dan kehendak seperti roh atau jiwa kita yang disebut monade-monade.
Aliran filsafat lain yang ditampilkan adalah “materialisme”. Dalam pandangan filsafat ini, baik yang kolot maupun modern, manusia pada instansi terakhir adalah benda dunia (materi) seperti benda (materi) lainnya. Aliran ini tidak langsung menyamakan antara manusia dengan hewan, tetapi nanti pada akhirnya pada dasarnya atau pada prinsipnya. Dari segi bentuk manusia memang lebih unggul, tetapi pada hakikatnya sama saja. Jadi manusia hanyalah tesultante atau akibat dari proses-proses insur kimia belaka. Tokoh-tokohnya yang terkenal adalah: Ludwig Feuerbach, Karl Marx, Friedrich Nietzsche dan lain-lain.
c.       Menurut filsuf Bertrand Russell:
“Antara agama (theology) dan ilmu pengetahuan terletak suatu daerah yang tak bertuan. Daerah ini diserang baik oleh agama (theology) maupun oleh ilmu pengetahuan. Daerah tak bertuan ini adalah “filsafat”.
            Muhammad El-Bahy dari Al-Azhar Cairo menulis sebagai berikut:
“Karena Tuhan tidak seperti manusia, karena Tuhan tidak terbatas, maka tidak terbatas apa yang diwahyukan-Nya, untuk kemaslahatan umat manusia, suatu hal yang essensiil dalam perbedaan antara agama dan filsafat”.

Baik peranan kepentingan filsafat maupun peranan dan kepentingan agama dibedakan. Filsafat sebagai ilmu tidaklah berdasarkan atau berpangkalan pada wahyu agama melainkan adalah otonom di lapangannya sendiri, merupakan suatu ilmu tersendiri. Jadi, filsafat bukan agama dan agama bukanlah filsafat.

1 komentar: