Sabtu, 17 Desember 2016

Jalinan Filsafat dengan Agama



            Terdapat beberapa asumsi berkaitan dengan jalinan filsafat dengan agama. Asumsi tersebut didasarkan dengan anggapan manusia sebagai makhluk budaya. Asumsi pertama, manusia sebagai makhluk budaya mampu berspekulasi dan berteori filsafat yang akan menentukan kebudayannya, bahkan sampai sdar dan jujur mengakui kenyataan Tuhan dan ajaran agama.
            Asumsi kedua dinyatakan oleh Dewey dalam Saifullah (1983: 95) yaitu meliorisme yang maksudnya adalah bahwa dunia kita ini diciptakan oleh Tuhan sebagai suatu yang potensial dapat diperbaiki, diperindah dan diperkaya, sehingga hidup dan penghidupan ini lebih dapat meningkat nilai harganya untuk dihidupi dan dinikmati. Selanjutnya Saifullah (1983: 104) memberikan ikhtisar dalam bagan yang lebih terperinci mengenai perbandingan jalinan agama dengan filsafat, yang dalam intinya adalah bahwa 1) agama adalah unsur mutlak dan sumber kebudayaan, sedangkan filsafat adalah salah satu unsur kebudayaan; 2) agama adalah ciptaan Tuhan, sedangkan filsafat hasil spekulasi manusia; 3) agama adalah sumber-sumber asumsi dari filsafat dan ilmu pengetahuan (science), dengan filsafat menguji asumsi-asumsi science; 4) agama mendahulukan kepercayaan daripada pemikiran, sedangkan filsafat mempercayakan sepenuhnya kekuatan daya pemikiran; dan 5) agama mempercayai akan adanya kebenaran dan kenyataan dogma-dogma agama, sedangkan filsafat tidak mengakui dogma-dogma sebagai kenyataan tentang kebenaran.
            Dengan memperhatikan spesifikasi dan sifat-sifat di atas, terlihat jelas bahwa peran agama terhadap filsafat ialah meluruskan filsafat yang spekulatif kepada kebenaran mutlak yang ada pada agama. Sedangkan peran filsafat terhadap agama ialah membantu keyakinan manusia terhadap kebenaranj mutlak itu dengan pemikiran yang kritis dan logis. Hal ini didukung dengan pernyataan yang menyatakan bahwa filsafat yang sejati haruslah berdasarkan agama, malahan filsafat yang sejati itu adalah terkandung dalam agama (Hamzah Abbas, 1981: 29).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar