Minggu, 11 Desember 2016

Kesadaran Kolektif Dan Gerakan Sosial



Pemikiran Marx cenderung determinis ekonomi dan Weber masuk menimbang aspek tindakan subjektif, kemudian di Perancis pada kurun waktu yang sama Emile Durkheim memberikan perhatian di luar pemikiran Marx dan Weber, pada apa yang disebutnya sebagai fakta sosial. Fakta sosial bersifat exteriority, yang di luar atau eksternal, dan memaksa terhadap tindakan individu-individu. Individu bergerak atas dasar nilai sosial yang eksternal, di luar dirinya dan terpaksa. Hal ini adalah suatu aturan yang tidak tertulis, unwritten, dan merupakan pembahasan sosiologi ilmiah.
            Giddens merinci dua makna yang saling berkaitan dari fakta sosial Durkheim. Pertama, tiap orang dilahirkan dalam masyarakat yang terus berkembang dan telah mempunyai suatu organisasi atau struktur yang pasti serta yang memengaruhi kepribadiannya. Kedua, fakta-fakta sosial merupakan ‘hal yang berada di luar’ bagi seseorang dalam arti bahwa setiap individu mana pun, hanyalah merupakan suatu unsur tunggal dari totalitas hubungan yang membentuk masyarakat (Giddens, 1986: 108). Baik Marx Weber dan Durkheim, sebenarnya menurut Giddens, mempunyai kehendak terhadap kerangka teori yang mereka bangun terhadap realitas kontemporer masing-masing.
            Konsepsi sosiologis Durkheim dapat dipahami melalui pembagian masyarakat ke dalam masyarakat mekanik dan organik. Masyarakt mekanik mempunyai conscience collective, kesadaran umum, yang mendasari tindakan-tindakan yang bersifat kolektif.  Kesadaran umum dapat juga sebagai moral bersama yang koersif pada setiap anggota-anggotanya. Bentuk masyarakat berkesadaran kolektif ini seperti kelompok etnis tradisional dan kelompok tribal. Sedangkan kesadaran organik bersifat lebih kompleks di mana individu-individu terhubung satu sama lain atas dasar fungs kebutuhan. Kesadaran organis ini menjadi dasar dari berkembangnya masyarakat modern (Durkheim, 1951).
            Selain membahas dua bentuk kesadaran, Durkheim juga membahas bunuh diri sebagai fakta sosial. Ia mengklasifikasi bunuh diri menjadi bunuh diri egois (egoistic suicide), bunuh diri pengorbanan (altruism sucide), bunuh diri anomie (anomie suicide), dan bunuh diri fatalistik (fatalistic suicide)  (Durkheim, 1951: 106-200). Durkheim tidak secara khusus membicarakan konflik dalam masyarakat. Namun secara tersirat melalui teori bunuh diri, analisis konflik bisa dikembangkan. Bahkan konflik yang dibayangkan oleh Durkheim adalah antara maniusia dan sistem. Seperti penggambarannya mengenai bunuh diri anomie. Bunuh diri anomi adalah hasil dari tercerabutnya individu dari tatanan sosial. Individu berhadapan secara diametrical dengan nilai dan norma lingkungannya. Artinya, individu mengalami persengketaan dengan nilai dan norma di lingkungannya. Hal ini juga berarti individu bersengketa dengan lembaga0lembaga penjaga norma yaitu masyarakat lingkungannya.
            Bryan Turner memosisikan Durkheim dalam golongan konservatif karena pemikiran sosiologinya lebih memerhatikan tatanan sosial daripada perubahan sosial (Turner, 1999: 89). Sehingga Durkheim sering disebut sebagai ilmuwan sosial yang memengaruhi perkembangan teori fungsionalisme struktural. Suatu perspektif ilmu sosiologi yang berat menimbang aspek konsesus dan harmoni sosial.
            Sebenarnya sosiologi Durkheim tidak lepas dari carut-marut politik di Perancis pada abad ke-19 atau tahun1870-an ketika revolusi politik pada waktu itu ditandai oleh berkembangnya ketegangan-ketegangan sosial antara konservatisme Katolik, nasionalisme, dan anti-semitisme, melawan kelompok liberal, sekuler, dan borjuis. Ketegangan di Perancis tersebut menciptakan konflik berdarah dari kelompok borjuis Paris pada tahun 1871. Struktur sosial yang ditandai oleh konflik dari berbagai kelompok melalui kesadaran kolektifnya dan pergeseran-pergeseran moral (kesadaran) itulah yang memengaruhi Durkheim dalam menciptakan sosiologi memerhatikan tatanan sosial. Durkheim merupakan seorang yang konservatif namun sesungguhnya juga memerhatikan gerakan sosial masyarakat sipil (Turner, 1999: 90-92).
            Pemikiran Durkheim sebenarnya dapat dimanfaatkan dalam menganalisis gerakan sosial dan konflik. Durkheim sendiri menunjuk istilah ‘social current’ yang diterjemahkan oleh Turner sebagai gerakan sosial (social movement) sebagai salah satu pembahasan sosiologi melalui metode fakta sosial (Turner, 1999: 92). Salah satu kunci analisis gerakan sosial Durkhemian adalah konsepnya mengenai kesadaran kolektif yang mengikat individu-individu melalui berbagai simbol dan norma sosial. Kesadaran kolektif ini merupakan unsur mendasar dari terjaganya eksistensi kelompok. Fenomena kontemporer saat ini bisa dilihat dari berbagai kasus bom bunuh diri kelompok-kelompok radikal di India, dan Timur Tengah. Artinya, melalui kesadarn kolektif, gerakan sosial bisa memunculkan berbagai ketegangan dan konflik berdarah. Seperti yang terjadi dalam masyarakat Perancis pada masa revolusi politiknya. 


Referensi: Novri Susan. 2009. Sosiologi Koflik & Isu-Isu Konflik Kontemporer. Jakarta: Kencana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar