Minggu, 18 Desember 2016

Pendidikan dan Kebudayaan



            Setiap bangsa, setiap individu pada umumnya menginginkan pendidikan. Dengan pendidikan dimaksud di sini pendidikan formal, makin banyak dan makin tinggi pendidikan makin baik. Bahkan diinginkan agar tiap warga negara melanjutkan pendidikannya sepanjang hidup. Dahulu banyak tugas pendidikan yang dipegang oleh keluarga dan lembaga-lembaga lain yang lambat-laun makin banyak dialihkan menjadi beban sekolah seperti persiapan untuk mencari nafkah, kesehatan, agama, pendidikan kesejahteraan keluarga, dan lain-lain. Namun pendidikan formal tak dapat diharapkan menanggung transmisi keseluruhan kebudayaan bangsa. Masyarakat masih akan tetap memegang fungsi yang penting dalam pendidikan transmisi kebudayaan. Pendidikan norma-norma, sikap adat-istiadat, keterampilan sosial, dan lain-lain banyak diperoleh dalam keluarga masing-masing. Proses ini diperoleh anak terutama berkat pengalamannya dalam pergaulannya dengan anggota keluarga, teman-teman sepermainan dan kelompok primer lainnya, bukan di sekolah.
            Fungsi sekolah yang utama ialah pendidikan intelektual, yakni “mengisi otak” anak dengan berbagai macam pengetahuan. Sekolah dalam kenyataan masih mengutamakan latihan mental-formal, yaitu suatu tugas yang pada umumnya tidak dapat dipenuhi oleh keluarga atau lembaga lain., oleh sebab memerlukan tenaga yang khusus dipersiapkan untuk itu, yakni guru. Dalam pendidikan formal yang biasanya memegang peranan utama ialah guru dengan mengontrol reaksi dan respon murid. Anak-anak biasanya belajar di bawah tekanan dan bila perlu paksaan tertentu dan kelakuannya dikuasai dan diatur dengan berbagai aturan. Kurikulum pada umumnya juga ditentukan oleh petugas pendidikan, guru atau orang dewasa lainnya akan tetapi bukan oleh murid sendiri. Tidak selalu bahan itu menarik minat anak atau fungsional dalam kehidupan anak itu. Maka karena itu guru berusaha menarik minat anak, menggunakan paksaan atau macam-macam motivasi ekstrinsik.
            Walaupun banyak kritik terhadap pendidikan dan guru, walaupun sistem pendidikan banyak mengandung kelemahan, namun pada umumnya orang percaya akan manfaat pendidikan. Jumlah anak yang memasuki sekolah senantiasa bertambah. Banyak pemerintahan yang telah menjalankan kewajiban belajar, ada yang sampai usia 12 tahun ada pula bahkan sampai usia 18 tahun. Dalam sistem kewajiban belajar, kelalaian menghadiri pelajaran di sekolah tanpa alasan dipandang sebagai pelanggaran undang-undang yang dapat diberi hukuman.
            Bukan hanya jumlah anak bertambah dan meliputi anak-anak dari semua golongan, termasuk mereka dari golongan rendah tingkat sekolah yang diinginkan bagi anak pun senantiasa meningkat dan oleh sebab itu arus anak yang ingin memasuki perguruan tinggi juga tiap tahun kian membanjir.

Referensi:
Nasution. 2014. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

1 komentar: