Senin, 26 Desember 2016

Mobilitas Sosial Melalui Pendidikan



            Banyak contoh-contoh yang dapat kita lihat di sekitar kita tentang orang yang meningkat dalam status sosialnya berkat pendidikan yang diperolehnya. Pada zaman dahulu orang yang menyelesaikan pelajarannya pada HIS, yaitu SD pada zaman Belanda mempunyai harapan menjadi pegawai dan mendapat kedudukan sosial yang terhormat. Apalagi kalu ia lulus MULO, AMS atau Perguruan Tinggi maka maki besarlah kesempatannya untuk mendapat kedudukan yang baik dan dengan demikian masuk golongan sosial menengah atas.
            Kini pendidikan SD bahkan SMA hampir tidak ada pengaruhnya dalam mobilitas sosial. Iklan mencari pengasuh kantor mengundang lamaran dari lulusan SMA. Apalagi kewajiban belajar ditingkatkan sampai SMA, atau sebagian besar mendapat kesempatan menempuh pendidikan SMTA, maka ijazah SMA tidak ada artinya lagi dalam mencari kedudukan yang tinggi dan dengan demikian berpindah ke golongan sosial yang lebih tinggi. Kini pendidikan tinggi dianggap suatu syarat bagi mobilitas sosial. Bagi lulusan perguruan tinggi pun kini sudah bertambah sukar untuk memperoleh kedudukan yang empuk.
            Di samping ijazah perguruan tinggi ada lagi faktor-faktor lain yang membawa seseorang kepada kedudukan tinggi dalam pemerintahan atau dalam dunia usaha. Dapat kita pahami bahwa anak-anak golongan rendah lebih sukar mendapat kedudukan sebagai pimpinan perusahaan disbanding dengan anak pimpinan perusahaan itu sendiri. Hubungan pribadi, rekomendasi dari orang yang berkuasa di samping ijazah dan prestasi turut berperan untuk mendapat posisi yang tinggi. Mobilitas sosial bagi individu agak kompleks karena adanya macam-macam faktor yang membantu seorang meningkat dalam jenjang sosial.
            Juga guru-guru dapat mempengaruhi individu untuk mencapai kemajuan, bila mereka mendorong anak belajar agar mencapai prestasi yang tinggi. Guru itu sendiri dapat menjadi model mobilitas sosial berkat usahanya belajar dan bekerja dengan sungguh-sungguh sehingga kedudukannya meningkat. Sebaliknya guru dapat menghalangi mobilitas itu bila ia memandang rendah terhadap anak-anak dari golongan rendah dan tidak yakin akan kemampuan mereka. Mungkin juga guru tidak menyadari fungsi sekolah sebagai jalan bagi mobilitas sosial.
            Sekolah dapat membuka kesempatan untuk meningkatkan status anak-anak dari golongan rendah. Di sekolah mereka memiliki hak yang sama atas pelajaran, mempelajari buku yang sama, mempunyai guru yang sama, bahkan berpakaian seragam yang sama dengan anak-anak dari golongan tinggi. Dengan prestasi yang tinggi dalam bidang akademis, olah raga, kegiatan ekstra-kulikuler, organisasi sekolah, dan lain-lain, mereka akan diterima dan dihargai oleh semua murud. Dalam hubungan kelas mereka dapat mengikat tali persahabatan dengan anak-anak dari golongan sosial yang lebih tinggi yang mungkin dapat dilanjutkan dikemudian hari. Ia juga diharapkan meneruskan pelajarannya di perguruan tinggi. Akan tetapi bila ia hanya memiliki ijazah sekolah menengah, mungkin tingkat pendidikan itu kurang memadai dan tidak nyaman artinya dalam meningkatkan kedudukan sosialnya sebagai orang dewasa dan justru akan mengalami frustasi, kecuali bila ia bekerja keras didorong oleh tekad yang bulat untuk naik dalam jenjang sosial.

1 komentar: