Minggu, 11 Desember 2016

Masyarakat Nusantara: Bentukan Kepelbagai Penjuru



Masyarakat nusantara adalah bentukan masyarakat atau hasil pembentukan melalui proses waktu panjang yang telah ditempuh oleh semua kelompok masyarakat menurut jenis dan intensitas pengaruh berlainan. Oleh pengaruh yang berterusan setelah berimigrasi di masa silam dan tinggal di tempat tertentu, hal itu telah menyebabkan tumbuh kembang daya kemampuan adaptasi yang relatif cermat dan tinggi guna memilih unsur budaya luar yang berfaedah bagi bentukan diri masyarakat tersebut dalam menghadapi lingkungan serta perubahannya. Masyarakat Indonesia adalah salah satu kelompok besar serta juga masyarakat Malaysia yang tumbuh dari asal masyarakat nusantara (Garna, 1996). Tumbuh kembang kedua masyarakat besar tersebut dari satu asal atau sumber serupa, yaitu tradisi nusantara atau alam melayu, kemudia oleh perjalan masa dan intensitas pengaruh luar tampak menunjuk sisi-sisi perbedaan.
Di masa lampau dan malahan di masa kini, sistem politik yang berlaku semasa memberikan aksentualisasi tertentu yang mungkin meneruskan perbedaan atau persamaan, walaupun hanya pada permukaan, dengan dalil perlu kesadaran dan solidaritas sosial bagi kepentingan kelangsungan sistem tersebut. Hidup keagamaan memperlihatkan sesuatu yang unik, yaitu kesinambungan tradisi kepercayaan nusantara dalam kehidupan keagamaan yang baru. Artinya, hakikat sinkretik diakui sebagai cara yang bersifat toleran untuk menerima agama yag baru, yang dengan demikian karena akar kepercayaan masih ada., masyarakat menerima agama baru tersebut tidak atau kurang merasakan kehilangan dirinya. Mungkinkeadaan itu yang menyebabkan di abad ke-20 dan abad ke-21 pengaruh agama-agama baru di Indonesia berlangsung tanpa perlawanan dari warga masyaralat yang sudah beragama. Suatu gerak balik hidup keagamaan juga timbul yaitu untuk kembali kepada ajaran agama yang hakikat dan mencoba melepaskan diri dari tradisi budaya regional atay lokal yang mempengaruhinya. Pada sisi lainnya, persamaan unsur-unsur budaya yang ada pada berbagai kelompok masyarakat itu dianggap sebagai keberhasilan dari upaya integrasi oleh sistem politik sesame tersebut, padahal kesamaan unsur-unsur tersebut adalah demikian karena berakar sama. Konsep Bhinneka Tunggal Ika bukan hanya kenyataan belaka, tetapi merupakan model ideal dari integritas tersebut (Garna, 1996).
Memang masyarakat nusantara itu tidaklah menaifkan bahwa berbagai pengaruh budaya luar dan agama-agama global telah memberikan manfaat bagi pembentukan kehidupan mereka. Namun, mereka juga sadar akan peluang dan didorong oleh pertimbangan manusiawi untuk melakukan seleksi dari pengaruh itu terhadap unsur manakah yang diambil atau diperlukan mereka. Pada awal proses pengaruh luar itu masih boleh terjadi seleksi atas dasar pertimbangan fungsi dan emosi penerima, tetapi pada masa kemudiannya kurang terjadi peluang melakukan pertimbangan karena pengaruh datang secara berterusan, tak henti.
Pengaruh budaya luar itu adalah menuju kepada satuan-satuan budaya lokal atau regional sehingga unsur pengaruh budaya itu menjadi penting dalam bentukan budaya-budaya daerah tersebut. Dengan demikian, ada kecenderungan kuat bahwa makin banyak dan tinggi intensitas pengaruh budaya luar, maka makin lengkap kepemilikian unsur-unsur budaya penerima. Sedangkan pada pengaruh yang kecil dan rendah intensitasnya maka tradisi nusantara akan menonjol karena memainkan peranan penting dalam bentuk budaya daerah tersebut (Garna, 1996). Pengaruh dari berbagai kebudayaan yang berasal dari daei Cina, India Selatan dan Barat, Parsi, Dunia Arab, dan Eropa Barat itu tidaklah merata dialami penduduk nusantara sehingga menambah keanekaragaman. Keanekaragaman masyarakat Indonesia itu berkaitan pula dengan gejala dinamika penduduk karena berbagai alasan warga masyarakat sering kali tidak tinggal terus menetap di desa, tetapi berpindah dan merantau.
Masyarakat Indonesia dalam proses kehidupan saat kini harus dipahami adalah menempuh gerak tradisi akomodasi modernisasi. Tradisi masyarakat juga mengenal pembagian kerja sebagai cara mendayagunakan potensi dalam memenuhi keperluan hidup mereka, malahan sesuai dengan potensi dan ruang gerak hidupnya dasar kemampuan teknologi berkaita dengan pola piker yang menggerakkan kehendak melalui perbuatan dan tindakan, termasuki mencurahkan rasa kagum akan jagat raya ini melalui hasil-hasil kesenian. Karena itu, gambaran nenek moyang yang telah berjasa akan keberadaan mereka dihormati dan dikagumi melalui hail seni tersebut, totalitas curahan itu memerlukan pengintegrasian sistem nilai-nilai tradisi mereka (Garna, 1996). Dengan demikian, nilai nilai dari tradisional itu merupakan tatanan sosial yang berwujud mapan sebagai bentuk relasi antara unsur-unsur kehidupan yang menjadi aturan sosial itu, bahwasanya aturan harus bersifat normatif (hukum). Perubahan adalah penambahan kapasitas adaptasi, bukan menghancurkan nilai-nilai lama, tetapi memakai nilai-nilai dari tradisi sebagai acuan untuk menyusun tatanan kehidupan yang baru.


Referensi: Jacobus Ranjabar. 2014. Sistem Sosial Budaya Indonesia. Bandung: Alfabeta.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar