Minggu, 25 Desember 2016

Nilai dan Pendidikan Menurut Aliran Idealisme



            Kaum idealisme dengan pemahamannya bahwa sommum bonum (ide kebaikan tertinggi) kehidupan manusia sesungguhnya telah ada bersamaan dengan  kemunculan dirinya ke dunia, menjadikan, bahwa nilai apa pun selalu bersifat tetap dan tidak berubah-ubah, absolut. Nilai-nilai kebaikan dan kebajikan; yang benar dan yang cantik sesungguhnya tidak akan berubah secara fundamental dari suatu generasi ke generasi berikutnya, dan masyarakat yang satu ke masyarakat berikutnya. Essessinya tetap konstan dan tidak pernah berubah. Idealism percaya bahwa nilai sesungguhnya bukanlah produk dari manusia, tetapi lebih merupakan bagian dari alam jagad raya, sedemikian rupa maka aliran ini pun mengakui bahwa apa yang dikatakan baik-buruk, benar-salah, cantik-jelek, bahagia-sengsara dan yang senada dengan ini secara fundamental tidak akan pernah berubah dari generasi ke generasi. Dan oleh karena itu, tugas manusia adalah bagaimana agar nilai-nilai kebaikan itu teraplikasi dalam keseluruhan realitas aktivitasnya di dunia.
            Dalam merealisasikan nilai-nilai dalam konteks innate idea itu ke dalam kehidupan nyata diperlukan berbagai perangkat pendukung agar ia menjadi nilai sejati dalam dirinya. Di sinilah letak peran dan tanggung jawab pendidikan sebagai wadah untuk memunculkan nilai-nilai absolut itu ke dalam realitas tindakan. Hanya dengan cara demikian menjadikan diri seseorang subjek didik sadar bahwa ia harus merealisasikan nilai-nilai yang ia sadari itu untuk dirinya. Oleh karena itu, subjek didik menurut kaum idealism harus diajarkan bagaimana meraih nilai-nilai dan bagaimana mereka dapat hidup dengan nilai-nilai itu.
            Mengingat perealisasian nilai erat kaitannya dengan keseluruhan aktivitas spiritual manusia, maka dalam upaya pendidikan nilai subjek didik mesti diposisikan sebagai makhlu spiritual yang sepenuhnya mesti menyadari bahwa dirinya mesti mengupayakan nilai-nilai kebaikan itu dalam realitas. Sedemiak rupa, sehingga bagi kelompo ini, subjek didik ditempatkan secara harmonis dengan keseluruhan spiritual yang lebih besar yang ia miliki. Subjek didik mesti menyadari bahwa dosa atau perubahan salah itu tidak semata-mata untuk dirinya atau masyarakat atau bahkan umat manusia secara keseluruhan, tetapi juga jiwa alam jagad raya ini. Nilainya menjadi signifikan hanya ketika terkait kepada tatanan alam spiritual yang lebih tinggi.
            Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, realisasi nilai absolut dalam diri manusia memerlukan pengupayaan-pengupayaan atau sokongan dari unsur-unsur lain di luar individu itu agar ia tampil dalam tindakan. Sedemikian rupa, sehingga walaupun idealism memandang bahwa nilai dan etika tidak dapat diajarkan dalam pembelajaran formal, namum mengingat realisasinya sangan tergantung pada harmonisasi keseluruhan unsur jiwanya yang meniscayakan pengkondisian dari luar, maka pendidikan tentulah memegang peran yang berarti. Tidak saja karena eksistensinya sebagai upaya sadar seseorang atau sekelompok orang akan arti penting penanaman nilai-nilai, tetapi juga karena memang perannya sebagai percepatan tumbuhnya nilai-nilai itu dalam kehidupan senyatanya.
Mengingat dosa atau ketidakbaikan menurut idealism adalah kebaikan yang tidak sempurna dari pada sesuatu yang positif dalam dirinya. Perilaku tidak baik dalam keseluruhan realitasnya selalu muncul dari adanya tindakan disorganisasi dan kurangnya sistem yang ada di alam jagad raya ini. Sistem dan tatanan yang ada di dunia tergantung pada subjek/individu dalam memandang realitas. Oleh karena itu, pendiidkan mesti dimaknai sebagai suatu pengkondisian natural manusia dalam hubunga adaptifnya dengan alam jagad raya. Hal ini penting mengingat hanya sikap natural yang dapat mendukung perwujudan nilai-nilai absolut dalam tindakan nyata yang secara sistematis akan menipiskan dan atau bahkan akan menghilangkan ketidakbaikan sebagai sesuatu nilai absolut yang tidak sempurna. Hal ini dikarenakan sifat spirit manusia selalu bermuara pada perwujudan nilai-nilai kesempurnaan, sehingga dunia secara nyata lebih rasional dan menuju pada kesempurnaan, sebaliknya dosa pun secara berangsur-angsur akan menghilang.
Dalam sistem persekolahan, para guru idealism mesti meyakini bahwa tidak ada murid yang benar-benar jelek, dan atau tidak baik. Yang ada hanya orang-orang yang telah menggelincirkan dirinya dari tatanan moral yang secara natural memiliki nilai-nilai fundamental dari alam jagad raya ini. Oleh karena itu, pendidikan persekolahan mesti ditata dalam sistem rasional dan teratur sesuai dengan jalur natural yang ada dalam alam jagad raya.
Dengan jelas Plato menyakatan bahwa kehidupan yang baik hanya terdapat dalam masyarakat yang baik. Dalam buku Republic-nya ia menguraikan masyarakat yang ideal yang diatur oleh elit-elit raja yang filsuf dan berakhlak mulia. Hegel dalam hal ini juga menyebutkan bahwa individu mengambil pemahaman dan praktik moralnya dari negara bertatanan nilai moral. Masyarakat ideal Kant pun terdiri dari orang-orang yang terlatih satu dengan lainnya dan bertujuan untuk saling menyenangkan dari pada menjadikan orang lain sebagai alat. Ungkapan kategoris imperatifnya yang terkenal menunjukkan bahwa kita harus selalu berbuat sebagai individu mengarah pada hukum-hukum alam yang universal yang mengikat semua manusia dalam tatanan lingkungan yang sama.
Para tokoh utama idealism ini sepakat bahwa perwujudan nilai-nilai kebaikan dan kebajikan yang telah dibawa manusia sejak lahir sangat tergantung pada tatanan kehidupan dalam masyarakat. dan oleh karena itu, undang-undang dan peraturan-peraturan dalam suatu masyarakat sangat diperlukan untuk menciptakan masyarakat yang baik. Dalam kaitannya dengan pendidikan, segala upaya edukais selalu bermakna pembiasaan-pembiasaan dan pengupayaan-pengupayaan tegaknya aturan-aturan, dan norma-norma kebaikan.
Mengasumsikan bahwa tidka ada orang yang dengan sengaja menginginkan perbuatannya salah, buruk dan tidak menyenangkan, maka tentu kita akan mengharapkan setiap orang selalu mengikuti marxim model Immanuel Kant yang melarang orang untuk melakukan perbuatan yang tidak benar. Ketika seorang subjek didik berperilaku salah, maka guru harus menanyakan kepadanya apa yang terjadi bila setiap orang melakukan perbuatan yang salah ini. Apakah guru telah mensetting contoh yang baik bagi kelasnya untuk diikuti, atau apakah guru telah meminta siswanya untuk menjadi contoh yang baik bagi siswa yang lainnya untuk diikuti.
Pelanggaran disiplin diyakini sebagai ekspresi pemuasan diri sendiri yang mesti dihukum sesuai dengan prinsip-prinsip moral yang telah tertanam di dalam kebudayaan masyarakat sepanjang waktu. Menurut pandangan kelompok idealisme modern, prinsip-prinsip moral ini secara umum berakar dari agama atau paling tidak menurut pandangan kehidupan yang abadi.
Plato sebagai tokoh utama idealisme meyakini, bahwa nilai-nilai kebaikan dan kebijakan bukanlah sesuatu yang dapat diajarkan seperti mengajarkan pengetahuan sains tetapi lebih pada pembiasaan-pembiasaan dan penyontohan-penyontohan antar individu dalam masyarakat. oleh karenanya membangun individu yang bernilai, mestilah dengan mengikutsertakan keterlibatan keseluran aspek yang terkait dengan pembentukannya. Pendidikan nilai mesti dimulai dengan membangun tatanan dan sistem yang sarat nilai.

Referensi:
Muhmidayeli. 2013. Filsafat Pendidikan. Bandung: Refika Aditama.

2 komentar: