Selasa, 27 Desember 2016

Guru Sebagai Model



            Guru-guru tak semua sama, bahkan berbeda-beda pribadinya. Mereka mungkin pula berasal dari lingkungan sosial yang berlainan. Alasan mereka memilih pekerjaan sebagai guru berbeda-beda, ada yang sungguh-sungguh sebaga panggilan untuk ,engabdikan diri kepada pendidikan anak, ada pula yang mencari lapangan kerja yang menjamin hidupnya atau yang mencari kedudukan yang berkuasa atas anak-anak sebagai kompensasi atas rasa inferioritas yang ada pada dirinya.
            Guru-guru yang berasal dari golongan rendah dan sebagai guru merasa dirinya meningkat ke golongan menengah sambil mempelajari norma-norma golongan itu selama pendidikannya dan dalam jabatannya. Namun ia masih sering memperlihatkan kelakuan yang berasal dari golongannya semula. Melalui interaksi yang banyak dengan golongan menengah dan atasan, berkat pendidikan dan pengalaman tiap guru dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan modern dalam masyarakat Gesellschaft untuk memperoleh pandangan yang luas.
            Guru yang terikat pada pandangan golongan asalnya akan lebih picik pandangannya. Kepicikan atau keterbatasan pandangan guru diperkuat oleh tuntutan masyarakat Gemeinschaft kelakuan guru. Selain itu guru-guru di desa atau kota kecil berasal dari daerah itu sendiri dan sejak kecil telah terdidik menurut norma-norma dari lingkungan itu. Di sekolah di kota terdapat variasi yang lebih besar tentang kesukuan dan daerah asal guru.
            Ada kecenderungan kedudukan guru makin banyak ditempati oleh kaum wanita, di sekolah dasar dan juga sekolah menengah. Dapat kita katakana bahwa guru-guru menunjukkan heterogenitas, dan mereka semuanya diharapkan menjadi guru yang “baik” di mana pun mereka mengajar dan dapat menjadi model atau teladan bagi anak didiknya.
            Harapan orang tua tentang guru tidak selalu sepadan dengan pandangan serta ucapan mereka tentang guru. Dalam dunia yang kian materialitas ini guru tidak menduduki tempat yang tinggi dalam penilaian masyarakat.
            Bila guru naik sepeda atau kendaraan umum itu dianggap biasa, sesuai dengan status sosial guru. Yang aneh ialah bila guru SD atau SMP naik mobil ke sekolah sebab dianggap melebihi kesanggupan guru pada umumnya. Ada kalanya orang tua mengucapkan kata-kata yang merendahkan gengsi guru. Guru yang menjadi sorotan murid dan orang tua sering diberi nama julukan yang menurunkan derajat guru. Apakah orang tua menegur anak atau bahkan turut menggunakan nama julukan itu dapat meningkatkan atau menurunkan nilai guru dalam pandangan murid dan mempengaruhinya memilih atau menolak dari kalangan guru-gurunya.
            Dengan bertambahnya guru wanita dapat timbul masalah tentang model khususnya bagi anak pria jika seluruh staf guru terdiri atas wanita. Guru wanita sebagai model dapat menjadi masalah. Guru wanita yang sudah kawin yang menjadi guru karena didesak oleh motivasi financial atau untuk mengelakkan kerepotan rumah tangga sukar menjadi model yang serasi. Juga guru yang belum menikah dan berusia lanjut tidak akan dijadikan model oleh gadis-gadis yang menginginkan rumah tangga sendiri. Guru itu bahkan menjadi model yang negatif bagi anak-anak. Bila kelakuan guru berbeda sekali dengan cita-cita murid maka ia akan mencari model yang lain di luar sekolah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar