Dalam
berbagai studi, tingkat pendidikan tertinggi yang diperoleh seseorang digunakan
sebagai indeks kedudukan sosialnya. Menurut penelitian memang terdapat korelasi
yang tinggi antara kedudukan sosial seseorang dengan tingkat pendidikan yang
telah ditempuhnya. Walaupun tingkat sosial seseorang tidak dapat diramalkan
sepenuhnya berdasrkan pendidikannya, namun pendidikan tinggi bertalian erat
dengan kedudukan sosial yang tinggi. Ini tidak berarti bahwa pendidikan tinggi
dengan sendirinya menjalin kedudukan sosial yang tinggi.
Korelasi
antara pendidikan dan golongan sosial antara lain terjadi oleh sebab anak
golongan rendah kebanyakan tidak melanjutkan pelajarannya sampai perguruan
tinggi. Orang yang termasuk golongan sosial atas beraspirasi agar anaknya
menyelesaikan pendidikan tinggi. Jabatan orang tua, jumlah dan sumber
pendapatan, daerah tempat tinggal, tanggapan masing-masing tentang golongan
sosialnya, dan lambang-lambang lain yang berkaitan dengan status sosial ada
kaitannya dengan tingkat pendidikan anak. Orang tua yang berkedudukan tinggi,
yang telah bergelar akademis, yang mempunyai pendapatan besar tinggal di rumah
gedung besar di daerah elite, merasa dirinya termasuk golongan sosial atas,
mempunyai mobil Mercedes serta TV berwarna lengkap dengan video-tape dapat
diharapkan akan mengusahakan agar anaknya masuk universitas dan memperoleh
gelar akademis. Sebaliknya anak yang orang tuanya buta huruf mencari nafkahnya
dengan mengumpulkan punting rokok, tinggal di gubuk kecil di tepi rel kereta
api dan harus jalan kaki, tak dapat diharapkan akan berusaha agar anaknya
menikmati pendidikan tinggi.
Pada
tingkat SD belum tampak pengaruh perbedaan golongan sosial, apalagi kalau
kewajiban belajar mengharuskan semua anak memasukinya, akan tetapi pada tingkat
Sekolah Menengah, apalagi pada tingkat Pendidikan Tinggi lebih jelas tampak
pengaruh perbedaan golongan sosial itu. Perbedaan persentase anak-anak golongan
yang berada atau berpangkat makin meningkat dengan bertambah tingginya taraf
pendidikan dan usia belajar.
Perbedaan
sumber pendapatan juga mempengaruhi harapan orang tua tentang pendidikan
anaknya. Sudah selayaknya orang tua yang berada mengharapkan agar anaknya kelak
memasuki perguruan tinggi. Sebaliknya orang tua yang tidak mampu tidak akan
mengharapkan pendidikan yang demikian tinggi. Cukuplah bila anak itu
menyelesaikan SD, atau paling tidak SMP. Ada kalanya anak itu sendiri mempunyai
kemauan keras untuk melepaskan diri dari pendirian lingkungan dan berusaha
sendiri dengan segenap tenaga untuk melanjutkan pelajarannya ke perhuruan
tinggi. Namun hanya jika ia berbakat, sanggup kerja sambil belajar dan dapat
memperoleh beasiswa.
Faktor
lain yang menghambat anak-anak golongan sosial rendah memasuki perguruan tinggi
ialah kurangnya perhatian akan pendidikan di kalangan orang tua. Banyak anak-anak
golongan ini yang berhasrat untuk memperoleh pendidikan yang lebih tinggi akan
tetapi dihalangi oleh ketiadaan biaya. Banyak pula anak-anak yang putus
sekolahnya karena lasan financial. Pendidikan memerlukan uang, tidak hanya
untuk uang sekolah akan tetapi juga untuk pakaian, buku, transport, kegiatan
ekstra-kulikuler, dan lain-lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar