Kepribadian
guru terbentuk atas pengaruh kode kelakuan seperti yang diharapkan oleh
masyarakat dan sifat pekerjaannya. Guru harus menjalankan perannya menurut
kedudukannya dalam berbagai situasi sosial. Kelakuan yang tidak sesuai dengan
peranan itu akan mendapat kecaman dan harus dielakkannya. Sebaliknya kelakuan
yang sesuai akan dimantapkan dan norma-norma kelakuan akan diinternalisasikan
dan menjadi suatu aspek dari kepribadiannya.
Dalam
situasi kelas guru menghadapi sejumlah murid yang harus dipandangnya sebagai “anaknya”.
Sebaliknya murid-murid akan memperlakukannya sebagai bapak guru dan ibu guru. Berkat
kedudukannya maka guru didewasakan, di-“tua”-kan sekalipun menurut usia yang
sebenarnya belum pantas menjadi “orang tua”.
Orang
tua murid akanmemandang guru sebagai “partner” yang setaraf kedudukannya dan
mempercayakan anak mereka untuk diasuh oleh guru. Dalam menjalankan perannya
sebagai guru ia lambat laun membentuk kepribadiannya. Ia diperlakukan oleh
lingkungan sosialnya sebagai guru dan ia akan bereaksi sebagai guru pula. Ia menjadi
guru karena diperlakukan dan berlaku sebagai guru.
Apa
yang terjadi dengan guru juga terdapat pada orang lain yang mempunyai kedudukan
dan peranan tertentu. seorang bupati, gubernur atau menteri akan diperlakukan
oleh lingkungan sosialnya dengan kehormatan yang layak diberikan kepada orang
berpangkat tinggi. Berkat perlakua itu bupati atau pejabat tinggi itu akan
membentuk pribadinya yang serasi dengan jabatannya. Caranya berbicara, senyum,
berjalan, duduk, berpakaian, akan disesuaikannya dengan peranannya yang lambat laun
menjadi ciri kepribadiannya yang mugkin akan melekat pada dirinya sepanjang
hidupnya walaupun ia telah meninggalkan jabatannya.
Namun
ada pula orang yang hanya berkelakuan menurut jabatannya selama ia menjalankan
peranan itu, seperti pegawai kantor, saudagar, supir, dan lain-lain. di luar
pekerjaannya ia bebas melakukan menurut kehendaknya tanpa terikat oleh
jabatannya. Akan tetapi guru diharapkan senantiasa berkelakuan sebagai guru
selamaa 24 jam sehari. Apa saja dilakukannya, kapan saja, apakah ia makan di
restoran, menonton bioskop, menerima tamu di rumah ia harus senantiasa sadar
akan kedudukannya sebagai guru. Ia harus mempertimbangkan film apa yang
ditontonnya, di restoran mana ia makan, bagaimana ia harus berpakaian sewaktu
menerima tamu.
Kedudukannya
sebagai guru akan membatasi kebebasannya dan dapat pula membatasi pergaulannya.
Ia tidak akan diajak melakukan kegiatan yang rasanya kurang layak bagi guru. Ia
akan mencari pergaulannya terutaman dari kalangan guru yang sependiria
dengannya.
postingannya bagus
BalasHapustrims