Bagi
kelompok pragmatis ilai itu bersifat relatif. Etik dan aturan-aturan moral
tidak permanen tetapi tampil karena perubahan budaya dan masyarakat. ini tidak
menunjukkan bahwa nilai-nilai moral itu bersifat fluktuatif dari masa ke masa.
Sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada perintah tertentu yang dianggap
sebagai pengikat secara universal tanpa memperhatikan lingkungan di mana ia
diakui dan dipraktikkan. Larangan’jangan membunuh’ umpamanya, bukanlah sebuah
prinsip yang absolute. Suatu saat perilaku membunuh, umpamanya, dapat saja
menjadi benar ketika dilakukan untuk mempertahankan diri atau mungkin karena
memelihara kehidupan dari orang lain. Oleh karena itu, bagi kaum pragmatis anak
didik hasrus diajarkan bagaimana membuat keputusan moral yang sulit yang tidak
dengan merujuk pada prinsip moral yang sudah begitu adanya, tetapi dengan
memutuskan melalui tindakan yang dapat menghasilkan sesuatu yang terbaik bagi
sejumlah besar umat manusia.
Kelompok
pragmatis meminta kita untuk menguji ketinggian nilai-nilai moral kita seiring
bagaimana kita menguji dapat kebenaran idea-idea kita. Kita mesti memperhatikan
problema kehidupan manusia baik secara filosofi maupun saintifik dan memilih
nilai-nilai mana yang kelihatannya dapat memecahkan problematika manusia.
Niai-nilai ini tidak mesti dipaksakan kepada kita melalui adanya semacam badan
otoritas tertentu, tetapi mesti disepakatidalam keterbukaan dan diskusi yang
informatif yang didasarkan pada bukti-bukti objektif.
Semakin
kompleks sebuah masyarakat, tuntutan kepada individu pun juga semakin besar.
Tetapi keompok pragmatis menolak konsep individualism ini yang mengarah pada eksploitasi
dan juga persetujuan sosial yang menggabungkan individualitas orang. Dewey mengatakan bahwa ikatan individu
dan sanksi sosial merupakan sebuah ‘perjanjian yang bersifat kritis’.
Masyarakat otopian yang diimpikannya dibangun oleh orang-orang yang memiliki
keberanian untuk berpikir secara bebas dan namun mengaitkan diri mereka pada
kelompok.
Pertanyaan
tentang apa dasar moral kelompok pragmatis, William
James membentangkan doktrinnya, kelompok pragmatis sesungguhnya tidak
memiliki anggapan apa pun, tidak ada dogma yang menghalangi, tidak ada
aturan-aturan yang rigid. Orang pragmatis itu benar-benar ramah. Dia akan
mengajukan hipotesis-hipotesis dia akan memperhatikan bukti-bukti. Satu-satunya
pengujian kebenaran yang mungkin dimilikinya adalah sesuatu karya yang terbaik.
Apa yang cocok dari setiap bagian kehidupan yang terbaik, dan kumpulan tuntutan
pengalaman, tak satu pun yang dihilangkan. Anda lihat bagaimana demokrasinya
orang pragmatis. Sikapnya beragam dan fleksibel, sumbernya kaya dan tidak akan
habis dan kesimpulannya sama simpatiknya dengan kesimpulan yang sesungguhnya.
Referensi:
Muhmidayeli. 2013. Filsafat Pendidikan. Bandung: Refika Aditama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar