Terdapat
beberapa asumsi berkaitan dengan jalinan filsafat dengan agama. Asumsi tersebut
didasarkan dengan anggapan manusia sebagai makhluk budaya. Asumsi pertama,
manusia sebagai makhluk budaya mampu berspekulasi dan berteori filsafat yang
akan menentukan kebudayannya, bahkan sampai sdar dan jujur mengakui kenyataan
Tuhan dan ajaran agama.
Asumsi
kedua dinyatakan oleh Dewey dalam Saifullah (1983: 95) yaitu meliorisme yang
maksudnya adalah bahwa dunia kita ini diciptakan oleh Tuhan sebagai suatu yang
potensial dapat diperbaiki, diperindah dan diperkaya, sehingga hidup dan
penghidupan ini lebih dapat meningkat nilai harganya untuk dihidupi dan
dinikmati. Selanjutnya Saifullah (1983: 104) memberikan ikhtisar dalam bagan
yang lebih terperinci mengenai perbandingan jalinan agama dengan filsafat, yang
dalam intinya adalah bahwa 1) agama adalah unsur mutlak dan sumber kebudayaan,
sedangkan filsafat adalah salah satu unsur kebudayaan; 2) agama adalah ciptaan
Tuhan, sedangkan filsafat hasil spekulasi manusia; 3) agama adalah
sumber-sumber asumsi dari filsafat dan ilmu pengetahuan (science), dengan filsafat menguji asumsi-asumsi science; 4) agama mendahulukan
kepercayaan daripada pemikiran, sedangkan filsafat mempercayakan sepenuhnya
kekuatan daya pemikiran; dan 5) agama mempercayai akan adanya kebenaran dan
kenyataan dogma-dogma agama, sedangkan filsafat tidak mengakui dogma-dogma
sebagai kenyataan tentang kebenaran.
Dengan
memperhatikan spesifikasi dan sifat-sifat di atas, terlihat jelas bahwa peran
agama terhadap filsafat ialah meluruskan filsafat yang spekulatif kepada
kebenaran mutlak yang ada pada agama. Sedangkan peran filsafat terhadap agama
ialah membantu keyakinan manusia terhadap kebenaranj mutlak itu dengan
pemikiran yang kritis dan logis. Hal ini didukung dengan pernyataan yang
menyatakan bahwa filsafat yang sejati haruslah berdasarkan agama, malahan
filsafat yang sejati itu adalah terkandung dalam agama (Hamzah Abbas, 1981:
29).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar