Persoalan-persoalan
yang dihadapi oleh filsafat dan agama itu untuk sebagian adalah sama: mengenai
dasar-dasar hidup, tujuan hidup, kesusilaan, hidup sesudah hidup di dunia ini,
kebahagiaan manusia, pengabdian manusia, pengabdian kepada Tuhan dan
sebagainya.
Memang keduanya merupakan tuntutan dari kodrat kita
dalam usahanya untuk mencapai kebenaran dan kebahagiaan dan pengetahuan yang
mendalam tentang hakikat barang-barang, hakikat dunia dan manusia. Akan tetapi
sikapnya lain. filsafat ingin menguasai, ia seakan-akan hendak menggenggam alam
semesta dalam pikirannya. Akan tetapi tidak hanya “ingin menguasai” belaka.
Boleh dikatakan ingin menguasai untuk dikuasai, artinya: untuk dikuasai oleh
kebenaran, oleh kebahagiaan. Dan sikap “ingin dikuasi” oleh bahagia itu
terlaksana dengan sempurna dalam agama. Sebab di sini manusia berhadapan dengan
penciptanya, dengan sumber kebahagiaannya, dengan tujuannya yang terakhir.
Sikap ingin menguasai di sisni pun masih tetap ada, akan tetapi insyaf akan
kekurangannya, maka manusia menjadi menyerah, tunduklah ia, siap untuk mendengarkan.
(Dalam Islam disebut “Sami’na wata’na).
Dengan
kata lain, dalam mempelajari manusia dan dunia sampai pada dasar-dasarnya yang
terdalam yang mengasas, maka sampailah kita pada pengertian sebab pertama, pada
pengertian tujuan terakhir dan sumber ada pada pengertian Tuhan. Dialah yang
merupakan sumber “ada” kita, sumber kebahagiaan kita. Maka timbullah keinginan
untuk lebih mengenal akan Dia. Dan sekarang terjadilah apa yang terjadi pula
pada perhubungan antara seorang manusia dengan sesamanya manusia. Kita hanya
dapat mengenal seseorang dengan dengan lebih baik dan lebih dekat apabila orang
lain itu mau dikenal, mau membuka hatinya kepada kita, karena sebagai pribadi
ia tertutup, berarti sendiri (dunia kecil). Jika ia memang membuka hatinya maka
terbukalah bagi kita suatu dunia baru, yang dulunya tidak dimengerti.
Terbukalah sumber pengetahuan baru yaitu apa yang mau dikatakan oleh orang itu
tentang dirinya sendiri, dipakainyalah ukuran-ukuran baru mengenai kebenaran
dari apa yang dikatakannya dan timbullah suatu hubungan perseorangan antara
pribadi yang satu dengan yang lain. dengan saling percaya mempercayai dan
saling menyerahkan diri. Teranglah bahwa ini semua merupakan dan menggambarkan
sikap yang lain daripada sikap ilmu pengetahuan. Demikian pula hubungan antara
seorang manusia dengan Tuhannya yang terletak pada tingkatan filsafat atau ilmu
pengetahuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar