Banyak
contoh-contoh yang dapat kita lihat di sekitar kita tentang orang yang
meningkat dalam status sosialnya berkat pendidikan yang diperolehnya. Pada zaman
dahulu orang yang menyelesaikan pelajarannya pada HIS, yaitu SD pada zaman
Belanda mempunyai harapan menjadi pegawai dan mendapat kedudukan sosial yang
terhormat. Apalagi kalu ia lulus MULO, AMS atau Perguruan Tinggi maka maki
besarlah kesempatannya untuk mendapat kedudukan yang baik dan dengan demikian
masuk golongan sosial menengah atas.
Kini
pendidikan SD bahkan SMA hampir tidak ada pengaruhnya dalam mobilitas sosial. Iklan
mencari pengasuh kantor mengundang lamaran dari lulusan SMA. Apalagi kewajiban
belajar ditingkatkan sampai SMA, atau sebagian besar mendapat kesempatan
menempuh pendidikan SMTA, maka ijazah SMA tidak ada artinya lagi dalam mencari
kedudukan yang tinggi dan dengan demikian berpindah ke golongan sosial yang
lebih tinggi. Kini pendidikan tinggi dianggap suatu syarat bagi mobilitas
sosial. Bagi lulusan perguruan tinggi pun kini sudah bertambah sukar untuk
memperoleh kedudukan yang empuk.
Di samping
ijazah perguruan tinggi ada lagi faktor-faktor lain yang membawa seseorang
kepada kedudukan tinggi dalam pemerintahan atau dalam dunia usaha. Dapat kita
pahami bahwa anak-anak golongan rendah lebih sukar mendapat kedudukan sebagai
pimpinan perusahaan disbanding dengan anak pimpinan perusahaan itu sendiri. Hubungan
pribadi, rekomendasi dari orang yang berkuasa di samping ijazah dan prestasi
turut berperan untuk mendapat posisi yang tinggi. Mobilitas sosial bagi
individu agak kompleks karena adanya macam-macam faktor yang membantu seorang
meningkat dalam jenjang sosial.
Juga
guru-guru dapat mempengaruhi individu untuk mencapai kemajuan, bila mereka
mendorong anak belajar agar mencapai prestasi yang tinggi. Guru itu sendiri
dapat menjadi model mobilitas sosial berkat usahanya belajar dan bekerja dengan
sungguh-sungguh sehingga kedudukannya meningkat. Sebaliknya guru dapat
menghalangi mobilitas itu bila ia memandang rendah terhadap anak-anak dari
golongan rendah dan tidak yakin akan kemampuan mereka. Mungkin juga guru tidak
menyadari fungsi sekolah sebagai jalan bagi mobilitas sosial.
Sekolah
dapat membuka kesempatan untuk meningkatkan status anak-anak dari golongan
rendah. Di sekolah mereka memiliki hak yang sama atas pelajaran, mempelajari
buku yang sama, mempunyai guru yang sama, bahkan berpakaian seragam yang sama
dengan anak-anak dari golongan tinggi. Dengan prestasi yang tinggi dalam bidang
akademis, olah raga, kegiatan ekstra-kulikuler, organisasi sekolah, dan
lain-lain, mereka akan diterima dan dihargai oleh semua murud. Dalam hubungan
kelas mereka dapat mengikat tali persahabatan dengan anak-anak dari golongan
sosial yang lebih tinggi yang mungkin dapat dilanjutkan dikemudian hari. Ia juga
diharapkan meneruskan pelajarannya di perguruan tinggi. Akan tetapi bila ia
hanya memiliki ijazah sekolah menengah, mungkin tingkat pendidikan itu kurang
memadai dan tidak nyaman artinya dalam meningkatkan kedudukan sosialnya sebagai
orang dewasa dan justru akan mengalami frustasi, kecuali bila ia bekerja keras
didorong oleh tekad yang bulat untuk naik dalam jenjang sosial.
terimakasih!
BalasHapusjazz