Nilai
adalah gambaran seseorang tentang sesuatu yang indah dan yang menarik, yang
mempesona, yang menakjubkan, yang membuat kita bahagia, senang dan ingin
memilikinya. Moral adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan
bagi seseorang atau kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Moral berkenaan
dengan kegiatan-kegiatan manusia yang dipandang sebagai baik/buruk,
benar/salah, tepat/tidak tepat, atau menyangkut cara seseorang bertingkah laku
dalam hubungan dengan orang lain.
Kajian
etika atau filsafat moral dalam bentuk pendekatan normatif ini biasanya
mencermati bentuk-bentuk sistem yang konsisten dari norma-norma yang
ditunjukkan validitasnya bagi semua manusia secara rasional oleh seorang filsuf
moral, sedangkan pendekatan analitik meliputi dua aspek; penelahaan tentang
konsep-konsep yang dipakai dan penelahaan mengenai logika dari alasan-alasan
moral. Kedua bentuk pendekatan kajian etika seperti ini menurut para ahli tidak
dapat dipisahkan, keduanya berjalan beriringan dan saling menyempurnakan.
Pendidikan
secara luas dianggap sebagai usaha moral. Guru harus selalu memberikan
perhatian apa yang harus dikatakan dan dilakukan dan bagaimana subjek didik
mesti berperilaku. Subjek didik diupayakan dengan penanaman nilai-nilai moral
dan peningkatan perilaku individual maupun soisal. Plato sebagai tokoh idealisme berprinsip bahwa idea tentang
kebaikan memberikan konsekuensi logis pada pengembangan pengetahuan dan oleh
karena itu, bangunan pendidikan mestilah diarahkan pada pembentukan hidup yang
baik yang tergambar pada prinsip keadilan. Harmonisasi fungsi-fungsi jiwa
rasio, emosi dan syahwat mestilah menjadi perhatian utama di dalam
mengembangkan kepribadian manusia.
Apa
jenis perilaku moral yang harus guru ajukan di dalam kelasnya. Haruskah ia
berusaha meningkatkan perilaku yang ia nilai atau perilaku yang dinilai oleh
masyarakatnya. Haruskah ia membangkitkan pertumbuhan karakter-karakter tertentu
yang ia yakini merupakan hal yang diharapkan atau haruskah ia membiarkan
karakter subjek didik itu sebagaimana apa adanya dalam merespon kondisi kelas.
Jawaban guru terhadap tiga persoalan ini akan tergantung pada sikap etis yang
dimilikinya. Setiap guru yang mengerjakan pekerjaannya secara serius, tentu
mesti mencari jawaban akan persoalan-persoalan ini, demikian juga sikapnya. Ia
akan dibantu dalam persoalan ini melalui studi mempelajari etika secara formal.
Etika
merupakan studi nilai dalam realita perilaku dan tindakan manusia. Ia meliputi
pertanyaan-pertanyaan seperti kehidupan yang bagaimana bagi seseorang yang
disebut baik? Bagaimana kita harus berperilaku dalam kehidupan? Bagaimana
memilih dan menentukan bahwa perilaku kita itu baik atau tidak baik? Kecuali
itu, etika juga terkait dengan persoalan-persoalan nilai benar sebagai basis
bagi tindakan yang benar. Pada saat itu, sistem etika terkait dengan
nilai-nilai agama. Sekarang sistem etika dunia Barat, walaupun sebagian besar
diambil dari pengajaran agaman, biasanya dijustifikasi berdasarkan pada
dasar-dasar nilai yang baik. Amerika Serikat telah memisahkan gereja dan
negara, sebagai akibatnya pengajaran agama dilarang di sekolahsekolah umum,
tetapi pelarangan ini sesungguhnya telah menstimulasi suatu keinginan untuk
menggantikan jenis pengajaran moral.
Dua
tipe etika penting di sini adalah intuisisme dan naturalism. Kelompok
intuisisme mengatakan bahwa nilai moral dipahami oleh individu secara
langsusng. Kita menangkap yang benar atau yang salah bagi sesuatu melalui
perasaan moral bawaan yang ada pada kita. Nilai moral kita pahami dalam cara
seperti ini adalaah right in self, kebenaran
tidak dapat dibuktikan secara logika maupun ketika dites secara empirik. Ia
hanya menjadi persoalan intuisi.
Kaum
naturalis berpendapat bahwa nilai moral itu harus ditentukan melalui studi
secara hati-hati terhadap konsekuensi yang muncul dari perbuatan tertentu.
umpanya bila orang meyakini hubungan seks di luar nikah adalah salah secara
moral, kita memutuskan yang demikian bukan karena keputusan etika yang dibuat
atas persoalan ini, tetapi sebagai konsekuensi atas observasi seseorang atau
studi saintifik tentang efek hubungan seperti ini. Seseorang yang menerima
interpretasi pilihan-pilihan etik yang naturalistic atau menerima nilai-nilai
moral sesuai dengan hasil penyelidikan saintifik yang menghaislkan perilaku right atau wrong yang telah teruji melalui pengalaman. Tegasnya, kaum
naturalistic berpendapat bahwa nilai moral harus didasari pada pengujian
objektif akan konsekuensi praktis dari setiap tindakan perilaku manusia.
Dapatkah
nilai-nilai moral itu diajarkan seperti mengajarkan pengetahuan actual? Socrates berusaha menjawab pertanyaan
ini. Asumsi bahwa nilai moral itu adalah laten bagi setiap orang, ia
menyebutkan bahwa guru dapat membawa nilai-nilai ke dalam kesadaran subjek
didik. Nilai moral seperti kita katakana dapat diajarkan apabila pengajaran
nilai moral itu kita artikan membantu subjek didik menjadi sabar akan
nilai-nilai moral itu. Tetapi apakah subjek didik akan berperilaku sesuatu
dengan yang dipelajarinya? Kita semua mengakui bahwa seorang subjek didik dapat
dikatakan secara tegas telah mempelajari secara riil sesuatu kalau ia
menunjukkan kemampuan melakukan ha itu. Di sisni lantas muncul kesukaran, di
mana jila belajar dan mengajar kita artikan secara sederhana menanamkan dan menerima
pengetahuan dari nilai-nilai moral, tentulah nilai-nilai itu dapat diajarkan.
Guru boleh saja menguji siswa-siswa untuk mengetahui berapa banyak mereka
ketahui tentang nilai-nilai moral dan dapat juga membantu subjek didik dalam
memilih antara berbagai pilihan tindakan. Tetapi tidak ada guru yang dapat menjamin
melakukan semua yang ia dapat berikan pada siswanya untuk mengetahui tentang
nilai-nilai etika, dan membantu subjek didiknya untuk memilih nilai-nilai
tertentu bagi kehidupan dirinya. Seorang subjek didik tidak akan dapat
menyontek untuk tes seperti ini. Semua guru dapat berharap bahwa subjek
didiknya: (a) mengetahui apa yang benar dan apa yang salah; (b) mengetahui
kenapa berbuat demikian; (c) memiliki ide tentang apa yang harus ia lakukan tentang
hal-hal yang sudah diketahuinya. Jika subjek didik berupaya untuk berperilaku
benar, guru akan memberikan reward yang
lebih atas usaha subjek didiknya.
Referensi:
Muhmidayeli. 2013. Filsafat Pendidikan. Bandung: Refika Aditama.
terimakasih untuk artikel yang bermanfaat ini.
BalasHapussalam sehat selalu,
https://marketing.ruangguru.com/bimbel
terimakasih mba nurkartika sari
BalasHapussalam hangat salam kenal
JC
sangat bermanfaat,
BalasHapussalam kenal.
MOBA