Seperti
yang telah dikatakan, ada dua pengetahuan universal yang meliputi seluruh hidup
manusia dan yang untuk sebagian mengenai persoalan-persoalan yang sama,
sehingga terasa haruslah ada suatu hubungan antara kedua ilmu itu.
Lagi
pula, apabila orang di samping pengetahuan yang dicapai dengan akal budi
manusia sendiri menerima adanya suatu sumber pengetahuan lain lagi yang
melampaui kekuatan akal budi kita sendiri, maka timbullah pertanyaan
bagaimanakah hubungan antara yang satu dengan yang lain itu.
Pendapat-pendapat
para ahli di sini pun sangat berlainan.
a.
Ada yang
mengatakan: Filsafat berdasarkan dan berpangkalan pada wahyu dari Tuhan
konsekuensinya ialah: Filsafat bukanlah suatu ilmu yang berdiri sendiri, yang
otonom, tidak bedasarkan kodrat akal budi manusia, melainkan sama sekali
tergantung dari dan ditentukan isinya oleh agama. Eksistensi filsafat menjadi: “Filsafat agama”. Dalam eksistensinya
yang demikian ini filsafat agama dapatlah dibedakan atas dua jenis, yaitu:
1)
Filsafat agama
pada umumnya. Ini adalah hasil pemikiran dasar-dasar agama yang berfilsafat
analitis rasional dalam kritis, tetapi bebas (terlepas) dari ajaran-ajaran
agama. Dalam pembahasannya tentang ajaran-ajaran agama di satu pihak bersifat
membenarkan dan di lain pihak bisa bersifat mengingkarinya atau menentangnya.
Oleh karena itu pembahasannya berkisar pada sifat pertanyaan yang hakiki
seperti antara lain:
a)
Apakah agama
itu?
b)
Dari manakah
asalnya agama itu?
c)
Apakah tujuan
gama itu?
d)
Di manakah batas
akhirnya agama itu?
2)
Filsafat sesuatu
agama atau theology (ilmu agama) membahas dasar-dasar yang terdalam tentang
sesuatu agama tertentu, misalnya: theology Islam, theology Nasrani dan theology
Yahudi. Pembahasannya masing-masing tidak lagi memperasalahkan kebenaran agama
yang dibahasnya itu, karena telah diterima sepenuhnya sebagai kebenaran. Sifat
pembahasannya juga bersifat analitis, rational dan kritis dengan tujuan
memberikan alasan rational dari pembenaran agama itu. Jadi tugas filsafat di
sini ialah berusaha mengantar ajaran-ajaran agama itu ke dalam budi manusia
sehingga dapatlah diterima dan dipahami sepenuhnya secara rational.
b.
Ada pula yang
mengatakan: yang ada pada kita, yaitu hanyalah akal budi manusia saja: Agama
dan kepercayaan mereka anggap “kolot” atau “ketinggalan zaman”, paling banter
hanya “perasaan saja”. Untuk pendapat ini patutlah ditampilkan aliran filsafat Rationalisme dengan tokohnya antara
lain:
1)
Rene Descartes (nama
Latinnya: Cartesius) yang terkenal dengan ucapannya: cogito ergo sum; jepense doncje suis; sive existo; yang berarti:
“saya berpikir karena itu saya ada”.
2)
Benedictus ce Spinoza. Ia terkenal dengan ajarannya tentang substansi yang
disebut “monisme”. Hanya ada satu
substansi yang meliputi segala sesuatu yang dinamakannya “dues sive substantie”
atau “dues sive natura”. Hal ini menampakkan diri dalam dua jenis bentuk. Yang
satu mempunyai tanda yang berupa keluasan/kelapangan sedang yang lain tandanya
ialah kesadaran.
3)
Gottfried Wilhelm Leibnits. ia terkenal dengan ajarannya tentang “monade”. Bahwa yang merupakan kekuatan
yang sebenarnya adalah gaya atau kekuatan. Pusat-pusat gaya atau kekuatan itu
mempunyai kesadaran dan kehendak seperti roh atau jiwa kita yang disebut
monade-monade.
Aliran filsafat lain yang ditampilkan
adalah “materialisme”. Dalam
pandangan filsafat ini, baik yang kolot maupun modern, manusia pada instansi
terakhir adalah benda dunia (materi) seperti benda (materi) lainnya. Aliran ini
tidak langsung menyamakan antara manusia dengan hewan, tetapi nanti pada
akhirnya pada dasarnya atau pada prinsipnya. Dari segi bentuk manusia memang
lebih unggul, tetapi pada hakikatnya sama saja. Jadi manusia hanyalah
tesultante atau akibat dari proses-proses insur kimia belaka. Tokoh-tokohnya
yang terkenal adalah: Ludwig Feuerbach, Karl Marx, Friedrich Nietzsche dan
lain-lain.
c.
Menurut filsuf
Bertrand Russell:
“Antara agama (theology) dan ilmu pengetahuan
terletak suatu daerah yang tak bertuan. Daerah ini diserang baik oleh agama
(theology) maupun oleh ilmu pengetahuan. Daerah tak bertuan ini adalah
“filsafat”.
Muhammad El-Bahy dari Al-Azhar Cairo
menulis sebagai berikut:
“Karena Tuhan tidak seperti manusia, karena Tuhan
tidak terbatas, maka tidak terbatas apa yang diwahyukan-Nya, untuk kemaslahatan
umat manusia, suatu hal yang essensiil dalam perbedaan antara agama dan
filsafat”.
Baik peranan kepentingan filsafat maupun peranan dan
kepentingan agama dibedakan. Filsafat sebagai ilmu tidaklah berdasarkan atau
berpangkalan pada wahyu agama melainkan adalah otonom di lapangannya sendiri,
merupakan suatu ilmu tersendiri. Jadi, filsafat bukan agama dan agama bukanlah
filsafat.
saya sangat menyukai filsafat.
BalasHapusterimakasih untuk artikelnya dan salam sehat selalu,
https://marketing.ruangguru.com/bimbel