Pendidikan sangat terkait dengan aktivitas mulia
manusia yang tugas utamanya adalah membantu pengembangan humanitas manusia
untuk menjadi manusia yang berkepribadian mulia dan utama menurut karakteristik
idealitas manusia yang diinginkan. Hal ini sangat diperlukan mengingat manusia
memiliki potensi-potensi dalam taraf kodrat human
dignity (martabat manusia) yang memiliki kesadaran diri yang mendorongnya
untuk merealisasikan berbagai potensinya, sehingga berkembang dengan baik menjadi
self realization (realisasi diri)
yang akan menentukan bagi penunjukan jati dirinya yang ideal, agar dapat
berfungsi dan bermanfaat bagi hidup dan kehidupannya secara individu maupun
sosial kemasyarakat.
Kualitas
suatu masyarakat memiliki hubungan strategis dengan kualitas dunia pendidikan,
utamanya pendidikan persekolahan, karena di dalamnya ada upaya yang
sungguh-sungguh tentang kependidikan untuk mempersiapkan generasi yang terampil
dan memiliki ilmu pengetahuan dengan dilandasi pada iman dan takwa kepada Tuhan
Ynag Maha Esa dalam konteksnya yang luas.
Paling
tidak ada beberapa alasan kenapa kualitas masyarakat memiliki relevansi dengan
pendidikan sekolah. Pertama bahwa sekolah memiliki kecenderungan untuk
pengupayaan perubahan-perubahan tingkah laku yang merupakan cerminan dari
setiap individu yang bernaung dalam suatu masyarakat. Selain itu, pendidikan
sekolah dapat dilihat sebagai pengupayaan manusia sejatinya yang disengaja,
terarah, dan tertata sedemikian rupa menuju pembentukan manusia-manusia yang
ideal bagi kehidupannya. Pendidikan sekolah tidak lain adalah segala
pengupayaan yang dilakukan secara sadar dan terarah untuk menjadikan manusia
sebagai manusia yang baik dan ideal. Artinya, sekolah merupakan penyediaan
kondisi yang baik untuk menjadikan perilaku-perilaku potensial yang
dianugerahkan kepada manusia tidak lagi sebatas kecenderungan manusiawi an
sich, tetapi benar-benar actual dalam realita kehidupannya. Jika demikian,
pendidikan sekolah adalah suatu keestian bagi percepatan kemajuan dalam suatu
masyarakat.
Sedemikian
berartinya pendidikan bagi proses kemajuan masyarakat, maka semestinyalah
pendidikan ditata dan dipersiapkan sebaik-baiknya sehingga cita-cita luhurnya
sebagai “pemanusiaan” dapat diwujudkan sejatinya. Perbaikan-perbaikan dalam
sektor kehidupan sebagai bukti nyata adanya aktivitas pendidikan. Oleh karena
itu, pendidikan sebagai lebaga pembinaan dan penanaman nilai-nilai humanitas
memang memiliki korelasi yang positif dengan proses modernisasi dan
transformasi dalam kehidupan sosial masyarakat. pendidikan merupakan sarana
penting diperlukan dalam proses perubahan sistem sosial budaya, ekonomi, dan
politik.
Sebagai
ujung tombak bangunan peradaban anak manusia, pendidikan sekolah selalu
berhadapan dengan kebutuhan-kebutuhan pembangunan manusia dalam berbagai
aspeknya. Pembangunan kualitas sumber daya manusia banyak bertumpu pada
kualitas guru yang mengambil perannya dalam pendidikan sekolah. Persoalannya
adalah bahwa dalam penyelenggaraannya tidaklah berdiri sendiri, karena ada
banyak varian yang bergelayut di atasnya, baik dari subjek, maupun dari varian
lain yang berada di luar dirinya. Pengendalian kesemuanya tergantung pada
keikutsertaan semua pihak dala jalinan kerjasama yang harmonis.
Kesadaran
akan eksistensi pendidikan sekolah seperti inilah, maka para pakar kependidikan
selalu mengadakan pembaharuan-pembaharuan di bidang pendidikan agar segala
aktivitas yang dilakukan di dalamnya benar-benar dapat menjawab
persoalan-persoalan yang berkembang di tengah-tengah masyarakat. jadi dapat
dikatakan, bahwa lembaga pendidikan merupakan hal yang strategis untuk
pengembangan suatu masyarakat kea rah yang lebih baik, sehingga tidaklah
berlebihan jika dikatakan bahwa kemajuan odernitas suatu bangsa dan negara
ditentukan oleh kualitas pendidikan. Karena posisinya yang centre of excellence
dalam membangun suatu peradaban, maka adalah suatu kemestian untuk menjadikan
lembaga pendidikan sebagai lembaga rekayasa masyarakat ke arah yang lebih baik.
Pendidikan sekolah yang dapat mengambil peran sebagaimana yang digambarkan di
depan sangat tergantung pada peran dan upaya-upaya yang diberikan oleh semua
lembaga kependidikan.
Kesadaran
untuk mengembangkan potensi ini agar muncul dalam realisasi diri, diperlukan
adanya upaya yang sungguh-sungguh, terarah dan terkontrol sedemikian rupa yang
dapat dipertanggungjawabkan dalam kerangka kesesuaian konsepsi dengan
keseluruhan wujud kesungguhan totalitas psiko-fisis manusia. Keselarasan kedua
aspek manusia ini akan dapat menghasilkan suatu kepribadian ideal anak manusia.
Oleh karena itu, maka aktivitas pendidikan mestilah dimaknai dengan usaha sadar
manusia untuk engembangkan diri dan kemampuannya sehingga menjadi realisasi
diri yang sedemikian rupa akan membentuk suatu kepribadian yang utuh.
Jika
pendidikan diartikan dalam “usaha sadar” seperti diungkap di atas, implikasinya
tentu menunjukkan bahwa pendidikan mestilah direncanakan secara matang atas
dasar nilai-nilai positif sebagai pijakan kukuh berbagai aktivitasnya. Dengan
demikia pendidikan termasuk di dalamnya mendidik dan mengajar bukanlah suatu
aktivitas tanpa tujuan yang jelas, sehingga proses dalam berbagai praktik
kependidikan sebagai pengejawantahannya melalui sistem pendidikan pun akan
selalu terprogram secara realistis-pragatis.
Kecuali
itu, dasar pendidikan yang diaktualisasikan dalam program kependidikan selalu
berkaitan dengan falsafat yang dianut oleh subjek-subjek pelaku pendidikan
dalam suatu kelompok komunitas masyarakat, baik menyangkut ideology, agama,
pandangan hidup, politik, paham kebangsaan, dan lain sebagainya. Tujuan
pendidikan pun akan selalu berhubungan dengan cara pandang seseorang atau
sekelompok orang penentu dan penyelenggara kependidikan tentang hakikat manusia
ideal dan kedudukan manusia serta cara berada manusia dalam meraih
keajuan-kemajuan untuk dirinya dan masyarakaynya. Atas dasar ini pulalah, orang
dapat menentukan isi, cara, dan strategi yang akan ditempuh untuk mengarahkan
subjek-subjek didik ke arah yang diinginkan. Dengan demikian dapat dikatakan,
bahwa dalam merencanakan apa pun yang terkait dengan orientasi, penentuan isi,
maupun program-program yang akan ditempuh selalu berkenaan dengan aktivitas
filsafat pendidikan. Apa pun yang menyangkut rumusan arah bangun
penyelenggaraan kependidika seperti disebut di atas meniscayakan adanya upaya
berpikir kritis dan analisis logis terhadap keseluruhan aspek yang terkait
dengannya.
Sebagai
sebuah proses, pendidikan pun selalu diwarnai oleh faktor internal dan
eksternal subjek didik dan subjek pendidik, baik menyangkut situasi lingkungan
yang mengitari mereka maupun berbagai perangkat kependidikan yang turut
mempengaruhi pengembangan potensi dan kepribadian seseorang, seperti kurikulum,
program kependidikan, sarana dan prasarana, fasilitas teknis, dan lain sebagainya.
Pendidikan
dalam konteks ini merupakan pengembangan humanitas yang terorganisir dan secara
terkontrol diarahkan untuk menumbuhkembangkan segala potensi manusia yang
meliputi moral, intelektual, estetika, dan keterampilan jasmani dan ruhani
dalam keseluruhan dimensinya yang akan membentuk kepribadian individunya dalam
pengembangan diri dan sosial kemasyarakatannya.
Mengingat
proses kependidikan berarti juga menumbuh-kembangkan potensi humanitas manusia
seperti ini, maka adalah suatu keniscayaanbahwa usaha maksimal yang bersifat
kontinu dalam meningkatkan kapasitas dan abilitas dasar manusia melalui proses
pembelajaran perlu selalu menjadi perhatian lembaga pendidikan.
Upaya
kependidikan selalu diidentikkan dengan segala usaha nyata pembentukan kepribadian
yang sangat menentukan corak seseorang dalam berekspesi dan berkreasi dalam
hidup dan kehidupannya yang tampak jelas dari cara seseorang bersikap dan
berbuat, baik dalam konteks individu maupun sosial. Pengembangan kepribadian
mestilah terjalin erat dengan pengembangan kemampuan akademik dan keterampilan
yang mengacu pada kondisi objektif yang ada pada manusia saat ini, dan juga
akan datang. Oleh karena itu, keberhasilan suatu usaha kependidikan selalu
dilihat dari skala mutu dan sklaa relevansi secara bersama-sama terhadap
kebutuhan masanya dan masa depannya.
Meletakkan
kualitas seperti ini bukan tugas ringan. Pengambil kebijakan pendidikan mesti
menerapkan berpikir filsafat untuk menetapkan suatu keputusan agar segala
aktivitas yang akan dilakukan dunia kependidikan benar-benar menjawab persoalan
dan kebutuhan manusia pada asanya dan masa generasinya.
Secara
makro, pendidikan selalu dibedakan kepada dua wilayah besar pengembangan, yaitu
bidang humanistic aducational dan man
power educational. Yang pertama lebih mengacu pada pengembangan
akademik, ilmu-ilmu murni dan nilai-nilai, sedangkan yang kedua
mengaksentuasikan pengembangan pada aspek keterampilan dan pengetahuan praktis
yang bersifat teknologis dan ilmu-ilmu terapan. Kendatipun demikian kedua
bidang wilayah ini pun sesungguhnya tidak dapat dipisahkan begitu saja dalam
keseluruhan konstelasi pengembangan humanitas. Oleh karena itu, kedua aspek ini
mesti dilaksanakan secara seimbang oleh suatu negara, jika ingin memiliki
sumber daya manusia yang berimbang antara peneliti dan pengembang keilmuan
dengan teknisi dan pelaku ilmu secara bersama-sama. Pendidikan dengan berbagai
cabang ilmu pengetahuan yang ditawarkan tentu memiliki kriteria tententu yang
menginginkan lahirnya tenaga profesional di satu sisi dan tenaga pemikir serta
pengembang berbagai teori dan pemikiran di sisi lain, sehingga
pengembangan kemanusiaan melalui jalur
teknologis dan akademik mestilah berimbang, agar dinamika perkembangan
humanitas manusia memiliki perimbangan antara pemikiran teoritis dan praktis
empiris.
Dalam
membuat harmonisasi antara dua wilayah ini sangat tergantung pula pada cara
subjek pengambil keputusan dan kebijakan membuat rumusan-rumusan kebutuhan
masyarakat agar dapat terjadi akselerasi pengembangan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan nilai-nilai secara berimbang agar tidak terjadi
ketimpangan-ketimpangan dan benturan-benturan perkembangan berbagai kebutuhan
humanitas. Perlu ada penyeimbangan antara wilayah transcendental dengan
immanen, antara yang teoritis dan yang praktis. Pengaturan kesemua ini tidak
dapat dilakukan begitu saja tanpa adanya upaya analisis filsafat pendidikan.
Kecenderungan
pola pendidikan yang ditempuh oleh suatu lembaga ataupun suatu kelompok
masyarakat sangat tergantung pada cara pandangnya dalam memandang manusia
ideal, cara berada manusia dalam melakukan proses humanitas dan yang terpenting
lagi cara pandangnya dalam memandang eksistensi pendidikan dalam sistem dan
polanya meberikan pelayanan kepada seluruh masyarakat untuk mengembangkan diri
dan kualitas dirinya. Kesemuanya itu, tidak akan dapat dilakukan tanpa memiliki
kemampua berpikir filosofis yang diarahkan untuk menjawab berbagai persoalan
kependidikan.
Jadi,
filsafat pendidikan sebagai suatu upaya berpikir logis, kritis, radikal,
sistematis, metodis, utuh, dan menyeluruh tentang persoalan-persoalan yang
berkenaan dengan permasalahan pendidikan dan aspek-aspek penting yang terkait
dengannya. Sedemikian rupa sehingga berbagai upaya edukasi yang dilakukan dalam
gerak langkah proses pendidikan benar-benar berdaya guna dan berhasil guna
dalam mencapai tujuan dan atau sasaran-sasaran yang telah dirumuskan. Upaya
filsafat pendidikan merupakan sesuatu yang tidak dapat dilepaskan dari
keseluruhan proses kependidikan, baik dalam pencarian orientasi, aplikasi
maupun evaluasi dan pengembangan. Pendidikan dan filsafat pedidikan merupakan
dua mata uang yang menyatu dala satu unit yang mengikat.
Referensi:
Muhmidayeli. 2013. Filsafat Pendidikan. Bandung: Reflika Aditama.
terimakasih mba nur.
BalasHapussalam,
https://marketing.ruangguru.com/bimbel