Setiap
bangsa, setiap individu pada umumnya menginginkan pendidikan. Dengan pendidikan
dimaksud di sini pendidikan formal, makin banyak dan makin tinggi pendidikan
makin baik. Bahkan diinginkan agar tiap warga negara melanjutkan pendidikannya
sepanjang hidup. Dahulu banyak tugas pendidikan yang dipegang oleh keluarga dan
lembaga-lembaga lain yang lambat-laun makin banyak dialihkan menjadi beban
sekolah seperti persiapan untuk mencari nafkah, kesehatan, agama, pendidikan
kesejahteraan keluarga, dan lain-lain. Namun pendidikan formal tak dapat
diharapkan menanggung transmisi keseluruhan kebudayaan bangsa. Masyarakat masih
akan tetap memegang fungsi yang penting dalam pendidikan transmisi kebudayaan. Pendidikan
norma-norma, sikap adat-istiadat, keterampilan sosial, dan lain-lain banyak
diperoleh dalam keluarga masing-masing. Proses ini diperoleh anak terutama
berkat pengalamannya dalam pergaulannya dengan anggota keluarga, teman-teman
sepermainan dan kelompok primer lainnya, bukan di sekolah.
Fungsi
sekolah yang utama ialah pendidikan intelektual, yakni “mengisi otak” anak
dengan berbagai macam pengetahuan. Sekolah dalam kenyataan masih mengutamakan
latihan mental-formal, yaitu suatu tugas yang pada umumnya tidak dapat dipenuhi
oleh keluarga atau lembaga lain., oleh sebab memerlukan tenaga yang khusus
dipersiapkan untuk itu, yakni guru. Dalam pendidikan formal yang biasanya
memegang peranan utama ialah guru dengan mengontrol reaksi dan respon murid. Anak-anak
biasanya belajar di bawah tekanan dan bila perlu paksaan tertentu dan
kelakuannya dikuasai dan diatur dengan berbagai aturan. Kurikulum pada umumnya
juga ditentukan oleh petugas pendidikan, guru atau orang dewasa lainnya akan
tetapi bukan oleh murid sendiri. Tidak selalu bahan itu menarik minat anak atau
fungsional dalam kehidupan anak itu. Maka karena itu guru berusaha menarik
minat anak, menggunakan paksaan atau macam-macam motivasi ekstrinsik.
Walaupun
banyak kritik terhadap pendidikan dan guru, walaupun sistem pendidikan banyak
mengandung kelemahan, namun pada umumnya orang percaya akan manfaat pendidikan.
Jumlah anak yang memasuki sekolah senantiasa bertambah. Banyak pemerintahan
yang telah menjalankan kewajiban belajar, ada yang sampai usia 12 tahun ada
pula bahkan sampai usia 18 tahun. Dalam sistem kewajiban belajar, kelalaian
menghadiri pelajaran di sekolah tanpa alasan dipandang sebagai pelanggaran
undang-undang yang dapat diberi hukuman.
Bukan
hanya jumlah anak bertambah dan meliputi anak-anak dari semua golongan,
termasuk mereka dari golongan rendah tingkat sekolah yang diinginkan bagi anak
pun senantiasa meningkat dan oleh sebab itu arus anak yang ingin memasuki
perguruan tinggi juga tiap tahun kian membanjir.
Referensi:
Nasution. 2014. Sosiologi
Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
terimakasih mba nur.
BalasHapussalam,
https://marketing.ruangguru.com/bimbel