Daftar Isi:
1. Guru Sebagai Jabatan Yang Profesional
2. Mengajar Sebagai Pekerjaan Profesional
3. Peranan Guru Dalam Masyarakat
4. Perkembangan Pribadi Guru
5. Peranan Guru Dalam Masyarakat Dan Respons Murid
6. Proses Sosialisasi
7. Sosialisasi Di Sekolah
8. Guru Sebagai Model
9. Sekolah Dan Masyarakat
10. Masyarakat Yang Makin Kompleks
11. Cara-Cara Menentukan Golongan Sosial
12. Tingkat Pendidikan dan Tingkat Golongan Sosial
13. Mobilitas Sosial
14. Pendidikan Dan Mobilitas Sosial
15. Mobilitas Sosial Melalui Pendidikan
16. Pendidikan Umum Dan Hubungan Antar-Kelompok
17. Struktur Hubungan Antar-Kelompok Di Sekolah
18. Berbagai Kedudukan Dalam Masyarakat Sekolah
19. Nilai dan Pendidikan
20. Nilai dan Pendidikan Menurut Aliran Idealisme
21. Nilai dan Pendidikan Menurut Aliran Realisme
22. Nilai dan Pendidikan Menurut Aliran Pragmatisme
23. Nilai dan Pendidikan dalam Islam
24. Etika dan Pendidikan
25. Estetika dan Pendidikan
26. Pendidikan dan Lingkungan Sosial
27. Faktor-Faktor dalam Perkembangan Manusia
28. Pendidikan dan Kebudayaan
29. Perubahan Sosial dan Pendidikan
30. Pendidikan sebagai Daya Pengubah
31. Manusia sebagai Makhluk Tuhan
32. Manusia sebagai Makhluk Tuhan yang Otonom
33. Manusia sebagai Makhluk Berpikir
34. Kegunaan Filsafat Pendidikan
35. Objek dan Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan
36. Filsafat Adalah Ilmu Pengetahuan Yang Otonom
37. Kontradiksi Kehidupan Konkrit Manusia
38. Filsafat Dengan Causa Prima
39. Filsafat dan Eksistensi Wahyu Allah
40. Sikap Orang Terhadap Ilmu Pengetahuan, Filsafat Dan Agama
41. Eksistensi Agama
42. Manfaat Agama Bagi Manusia
43. Pembagian Agama
44. Ciri-Ciri Agama
45. Perbandingan Ilmu Pengetahuan, Filsafat Dan Agama
46. Jalinan Filsafat dengan Agama
47. Jalinan Filsafat dengan Ilmu
48. Metode-Metode dalam Sosiologi
49. Permulaan Sosiologi di Indonesia
50. Perkembangan Sosiologi Sesudah Perang Dunia Kedua
51. Sistem Sosia dan Sistem Budaya
52. Manusia dan Peradaban dalam Kehidupan Sosial Budaya
53. Pengertian dan Makna Sistem Sosial Budaya Indonesia
54. Perkembangan Sosial Budaya Indonesia
55. Masyarakat Nusantara: Bentukan Kepelbagai Penjuru
56. Teori Sosiologi Konflik Klasik
57. Dinamika Masyarakat Dan Sosiologi Konflik
58. Konflik Kelompok Dan Perjuangan Kelas
59. Stratifikasi Sosial Dan Konflik
60. Kesadaran Kolektif Dan Gerakan Sosial
61. Sosialisasi Dan Konflik Alamiah
62. Ilmu Sosial Kritis
63. Ilmu Sosial Humanis
64. Ilmu Sosial Positivis
65. Kepribadian
66. Siapa Guru Itu?
67. Pendekatan dalam Filsafat Ilmu
68. Kebenaran Filosofis Etika
69. Hubungan Manusia dan Etika
70. Guru; Profesi yang Berbeda dengan Profesi Lainnya!
71. Ciri Guru Profesional
72. Apa Itu Etika?
73. Teori Antropologi tentang Sistem Religi
74. Analisis Lagu Me, Myself, and I
75. Kedudukan Ilmu, Filsafat, dan Agama
76. Persamaan dan Perbedaan antara Ilmu, Filsafat, dan Agama
77. Sejarah Pertumbuhan Ilmu Sosial Secara Umum
78. Perkembangan IPS di Indonesia
79. Sejarah Pendidikan IPS
80. Fungsi dan Arah Filsafat Ilmu
81. Ruang Lingkup Filsafat Ilmu
82. Substansi Filsafat Ilmu
83. Bidang Kajian Filsafat
84. Manfaat Mempelajari Filsafat
85. Ciri-Ciri Filsafat
86. Metode Filsafat
87. Objek Filsafat
88. Kontradiksi antara Pendidikan Globalisasi dengan Keragaman Budaya
89. Pembelajaran IPS dalam Era Globalisasi dan Keragaman Budaya
90. Pengembangan Pendidikan IPS di Masyarakat
91. Sikap Belajar Peserta Didik
92. Analisis Animasi Bee Movie
93. Permasalahan Pendidikan
94. Sex dan Gender
95. Bisakah Mayarakat Berlangsung tanpa Struktur Sosial?
96. Esensi Pendidikan
97. Upaya Mewujudkan Filsafat Pendidikan di Indonesia
98. Filsafat Pendidikan di Indonesia
99. Filsafat Pendidikan
100. Filsafat, Ilmu, dan Ilmu Pendidikan
Nurkartika Sari's Blog
Selasa, 27 Desember 2016
Guru Sebagai Jabatan Yang Profesional
Meyakinkan setiap orang
khususnya pada setiap guru bahwa pekerjaannya merupakan kegiatan profesional
merupakan upaya pertama yang harus dilakukan dalam rangka pencapaian standar
proses pendidikan sesuai dengan harapan. Mengapa demikian? Sebab banyak orang
termasuk guru sendiri yang meragukan bahwa guru merupakan jabatan prefesional.
Ada yang beranggapan setiap orang bisa menjadi guru. Siapa pun yang tidak
memahami keguruan dapat saja dianggap sebagai guru, asal paham materi pelajaran
yang akan diajarkannya.
Mengajar
dianggap hanya sebagai proses penyampaian materi pelajaran, Konsep mengajar
yang demikian, tuntutannya sangat sederhana, yaitu asal paham informasi yang
akan diajarkan kepada siswa, maka ia dapat menjadi guru. Tetapi mengajar tidak
sesederhana itu, mengajar bukan hanya sekedar menyampaikan materi pelajaran,
akan tetapi suatu proses mengubah perilaku siswa sesuai dengan tujuan yang
diharapkan. Oleh sebab itu, dalam proses mengajar terdapat kegiatan membimbing
siswa agar siswa berkembang sesuai dengan tugas-tugas perkembangannya, melatih
keterampilan baik keterampilan intelektual maupun keterampilan motoriknya.
Oleh karena itu,
seorang guru perlu memiliki kemampuan merancang dan mengimplementasikan
berbagai strategi pembelajaran yang dianggap cocok dengan minat dan bakat serta
sesuai dengan taraf perkembangan siswa termasuk di dalamnya memanfaatkan
berbagai sumber dan media pembelajaran untuk menjamin efektivitas pembelajaran.
Dengan demikian
seorang guru perlu memiliki kemampuan khusus, kemampuan yang tidak mungkin
dimiliki oleh orang yang bukan guru. “A
teacher is person charged with the responbility of helping others to learn and
to behave in new different ways” (James M. Cooper, 1990). Itulah sebabnya
guru adalah pekerjaan profesional yang membutuhkan kemampuan khusus hasil
proses pendidikan yang dilaksanakan oleh lembaga pendidikan keguruan.
Hal ini seperti
diungkapkan Greta G. Morine-Dershimer: “A
professional is a person who possesses some specialized knowledge and skills,
can weigh alternatives and select from among a number og potentially productive
actions one that is particurally appropriate in a given situation” (James
M. Cooper, 1990: 26).
Untuk meyakinkan
bahwa guru sebagai pekerjaan profesioanl, marilah kita tinjau syarat-syarat
atau ciri pokok dari pekerjaan profesional.
a. Pekerjaan
profesiona ditunjang oleh suatu ilmu tertentu secara mendalam yang hanya
mungkin diperoleh dari lembaga-lembaga pendidikan yang sesuai, sehingga
kinerjanya didasarkan kepada keilmuan yang dimilikinya yang dapat dipertanggung
jwabkan secara ilmiah.
b. Suatu
profesi menekankan kepada suatu keahlian dalam bidang tertentu spesifik sesuai
dengan jenis profesinya, sehingga antara profesi yang satu dengan yang lainnya
dapat dipisahkan secara tegas.
c. Tingkat
kemampuan dan keahlian suatu profesi didasarkan kepada latar belakang
pendidikan yang dialaminya yang diakui oleh masyarakat, sehingga semakin tinggi
latar belakang pendidikan akademik sesuai dengan profesinya, semakin tinggi
pula tingkat keahliannya, dengan demikian semakin tinggi pula tingkat
penghargaan yang diterimanya.
d. Suatu
profesi selain dibutuhkan oleh masyarakat juga memiliki dampak terhadap sosial
kemasyarakatan, sehingga masyarakat memiliki kepekaan yang sanagat tinggi
terhadap setiap aspek yang ditimbulkannya dari pekerjaan profesinya itu.
Referensi:
Sanaya,
Wina. 2006. Strategi Pembelajaran. Jakarta:
Kencana.
Mengajar Sebagai Pekerjaan Profesional
Apakah mengajar sebagai pekerjaan
yang profesioanl? Mari kita tinjau ciri dan karakteristik dari proses mengajar
sebagai tugas utama profesi guru.
a. Mengajar
bukan hanya menyampaikan materi pelajaran saja akan tetapi merupkan pekerjaan
yang bertujuan dan bersifat kompleks. Oleh karena itu dalam pelaksanaanya,
diperlukan sejumlah keterampilan khusus yang didasarkan pada konsep dan ilmu
pengetahuan yang spesifik. Artinya, setiap keputusan dalam melaksanakan
aktivitas mengajar bukanlah disadarkan kepada pertimbangan-pertimbangan
subjektif atau tugas yang dapat dilakukan sekehendak hati, tetapi didasarkan
kepada suatu pertimbangan berdasarkan keilmuan tertentu, sehingga apa yang
dilakukan guru dalam mengajar dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Oleh karena
itu, untuk menjadi seorang guru profesional diperlukan latar belakang yang sesuai,
yaitu latar belakang kependidikan keguruan.
b. Sebagaimana
halnya tugas seorang dokter yang berprofesi menyembuhkan penyakit pasiennya,
maka tugas seorang guru pun memiliki bidang keahlian yang jelas, yaitu
mengantarkan siswa ke arah tujuan yang diinginkan. Memang hasil pekerjaan seorang
dokter atau profesi lainnya berbeda dengan hasil pekerjaan seorang guru. Kinerja
profesi nonkeguruan seperti seorang dokter biasanya dapat dilihat dalam waktu
yang sikat. Dikatakan seorang dokter yang profesional manakala dalam waktu yang
singkat dapat menyembuhakan pasien dari penyakitnya. Namun tidak demikian
dengan guru. Hasil pekerjaan guru seperti mengembangkan minat dan bakat serta
potensi yang yang dimiliki seseorang, termasuk pengembangan sikap tertentu
memerlukan waktu yang cukup panjang sehingga hasilnya baru dapat dilihat
setelah beberapa lama. Mungkin satu generasi. Oleh karena itu, kegagalan guru
dalam membelajarkan siswa berrti kegagalan membentuk satu generasi manusia.
c. Agar
dapat melaksanakan tugasnya dengan baik sesuai dengan bidang keahliannya,
diperluka tingkat keahlian yang memadai. Menjadi guru bukan hanya cukup
memahami materi yang harus disampaikan, akan tetapi juga dipetlukan kemampuan
dan pemahaman tentang pengetahuan dan keterampilan yang lain, misalnya
pemahaman tentang psikologi perkembangan manusia, pemahaman tentang teori-teori
perubahan tingkah laku, kemampuan merancang dan memanfaatkan berbagai media dan
sumber belajar, kemampuan mendesain strategi pembelajaran yang tepat, dan lain
sebagainya, termasuk kemampuan mengevaluasi proses dan hasil kerja. Oleh karena
itu, seorang guru bukan hanya tau tentang what
to teach, akan tetapi juga paham tentang how to teach. Kemampuan-kemampuan semacam itu tidak mungkin datang
dengan sendirinya, tetapi hanya mungkin diperoleh dari suatu lembaga pendidikan
khusus, yaitu lembaga pendidikan keguruan.
d. Tugas
guru adalah mempersiapkan generasi manusia yang dapat hidup dan berperan aktif
di masyarakat. oleh sebab itu, tidak mungkin pekerjaan seorang guru dapat
terlepas dari kehidupan sosial. Hal ini berarti apa yang dilakukan guru akan
mempunyai dampak terhadap kehidupan masyarakat. sebaliknya, semakin tinggi
derajat keprofesian seseorang, misalnya tingkat keguruan seseorang, maka
semakin tinggi pula penghargaan yang diberikan masyarakat.
e. Pekerjaan
guru bukanlah pekerjaan yang statis, tetapi pekerjaan yang dinamis, yang
selamanya harus sesuai dan menyesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Oleh karena itulah guru dituntut peka terhadap dinamika
perkembangan masyarakat, baik perkembangan kebutuhan yang selamanya berubah,
perkembangan sosial, budaya, politik, termasuk perkembangan teknologi.
Referensi:
Sanaya,
Wina. 2006. Strategi Pembelajaran. Jakarta:
Kencana.
Peranan Guru Dalam Masyarakat
Peranan
guru dalam masyarakat antara lain bergantung pada gambaran masyarakat tentang
kedudukan guru. Kedudukan sosial guru berbeda dari negara ke negara, dari zaman
ke zaman. Pada zaman Hindu, misalnya guru menduduki tempat yang sangat
terhormat sebagai satu-satunya sumber ilmu. Murid harus datang kepadanya untuk
memperoleh ilmu sambil menunjukkan baktinya. Demikian pula guru-guru silatdi
Cina sangat dijunjung tinggi oleh murid-muridnya. Di Yunani Kuno guru itu
diambil dari golongan hamba. Pada zaman VOC yang menjadi guru adalah
orang-orang yang ada pengetahuannya sedikit seperti tukang sepatu, tukang
pangkas, orang yang menguburkan mayat.
Di negara
kita kedudukan guru sebelum Perang Dunia II sangat terhormat karena hanya
mereka yang terpilih dapat memasuki lembaga pendidikan guru. Hingga kini citra
tentang guru masih tinggi walaupun masih sering menurut yang dicita-citakan
tidak selalu sajalah dengan kenyataan.
Perkembangan
guru selalu dipandang dalam hubungannya dengan ideal pembangunan bangsa. Dari guru
diharapkan agar ia manusia idealistis, namun guru sendiri tak dapat tiada harus
menggunakan pekerjaannya sebagai alat untuk mencari nafkah bagi keluarganya. Walaupun
demikian masyarakat tak dapat menerima pekerjaan guru semata-mata sebagai mata
pencaharian belaka sejajar dengan pekerjaan tukang kayu, atau saudagar. Pekerjaan
guru menyangkut pendidikan anak, pembangunan negara, dan masa depan bangsa.
Karena
kedudukan yang istimewa itu masyarakat mempunyai harapan-harapan yang tinggi
tentang peranan guru. Harapan-harapan itu tak dapat diabaikan oleh guru, bahkan
dapat menjadi norma yang turut menentukan kelakuan guru.
Juga
di negara maju seperti Amerika Serikat masyarakat menuntut kelakuaan tertentu
dari guru yang tidak dikenakan pada jabatan lain, bahkan juga tidak pada orang
tua sendiri secara ketat. Sekitar 1930-1n guru-guru wanita di sana diharapkan
jangan menikah bila ingin tetap bekerja sebagai guru. Mereka tidak diinginkan
berpacaran, main kartu, merokok, minum alcohol atau berdansa. Guru wanita yang
baik harus rajin beribadah, berdedikasi penuh kepada pekerjaannya. Mereka harus
berpakaian sopan, dilarang pakai gincu dan tidak mengikuti mode baru.
Walaupun
zaman berubah namun kelakuan guru yang menyimpang dari apa yang dianggap sopan
selalu mendapat sosrotan yang tajam. Guru selalu diharap agar menjadi teladan
bagi anak didik.
Pada
umumnya guru tidak menentang harapan-harapan pada masyarakat walaupun pada
hakikatnya membatasi kebebasan mereka. Guru sendiri menerima pembatasan itu
sebagai suatu yang wajar. Pelanggatran oleh guru juga akan dikecam oleh
rekan-rekannya. Mungkin sekali mereka yang memasuki lembaga pendidikan guru
pada prinsipnya telah menerima norma-norma kelakuan yang telah ditentukan oleh
masyarakat.
Guru-guru
menerima harapan agar mereka menjdi suri teladan bagi anak didiknya. Untuk itu
guru harus mempunyai moral yang tinggi. Walaupun demikian ada kesan bahwa
kedudukan guru makin merosot dibandingkan dengan beberapa puluh tahun yang
lalu.
Pada
zaman colonial itu jumlah guru masih sangat terbatas. Lagi pula guru sebagai
pegawai menduduki tempat yang tinggi dikalangan orang Indonesia. Kedudukan yang
tinggi umumnya dipegang oleh orang Belanda. Setelah kemerdekaan semua jabatan
yang dahuku dipegang oleh penjajah jatuh ke tangan orang Indonesia sehingga
kedudukan guru relatif merosot. Kepala H.I.S. (SD) dahulu pangkat yang sangat
tinggi yang hanya diduduki oleh beberapa orang Indonesia yang memiliki ijazah
tertentu yang jarang dapat diperoleh oleh orang Indonesia. Sekarang tidak ada
lagi memandang kepa;a SD sebagai orang yang berpangkat tinggi. Lagi pula jumlah
guru sangat banyak bertambah dalam usaha pemerataan pedidikan. Mendidi guru
dalam jumlah yang besar dalam waktu yang singkat tak dapat tiada menimbulkan
masalah-masalah dalam memilih calon yang baik serta membina kepribadian guru. Namun
diharapkan bahwa mereka sepanjang jabatannya sebagai guru berangsur-angsur
membina dirinya menjadi guru yang kita harapkan.
Perkembangan Pribadi Guru
Kepribadian
guru terbentuk atas pengaruh kode kelakuan seperti yang diharapkan oleh
masyarakat dan sifat pekerjaannya. Guru harus menjalankan perannya menurut
kedudukannya dalam berbagai situasi sosial. Kelakuan yang tidak sesuai dengan
peranan itu akan mendapat kecaman dan harus dielakkannya. Sebaliknya kelakuan
yang sesuai akan dimantapkan dan norma-norma kelakuan akan diinternalisasikan
dan menjadi suatu aspek dari kepribadiannya.
Dalam
situasi kelas guru menghadapi sejumlah murid yang harus dipandangnya sebagai “anaknya”.
Sebaliknya murid-murid akan memperlakukannya sebagai bapak guru dan ibu guru. Berkat
kedudukannya maka guru didewasakan, di-“tua”-kan sekalipun menurut usia yang
sebenarnya belum pantas menjadi “orang tua”.
Orang
tua murid akanmemandang guru sebagai “partner” yang setaraf kedudukannya dan
mempercayakan anak mereka untuk diasuh oleh guru. Dalam menjalankan perannya
sebagai guru ia lambat laun membentuk kepribadiannya. Ia diperlakukan oleh
lingkungan sosialnya sebagai guru dan ia akan bereaksi sebagai guru pula. Ia menjadi
guru karena diperlakukan dan berlaku sebagai guru.
Apa
yang terjadi dengan guru juga terdapat pada orang lain yang mempunyai kedudukan
dan peranan tertentu. seorang bupati, gubernur atau menteri akan diperlakukan
oleh lingkungan sosialnya dengan kehormatan yang layak diberikan kepada orang
berpangkat tinggi. Berkat perlakua itu bupati atau pejabat tinggi itu akan
membentuk pribadinya yang serasi dengan jabatannya. Caranya berbicara, senyum,
berjalan, duduk, berpakaian, akan disesuaikannya dengan peranannya yang lambat laun
menjadi ciri kepribadiannya yang mugkin akan melekat pada dirinya sepanjang
hidupnya walaupun ia telah meninggalkan jabatannya.
Namun
ada pula orang yang hanya berkelakuan menurut jabatannya selama ia menjalankan
peranan itu, seperti pegawai kantor, saudagar, supir, dan lain-lain. di luar
pekerjaannya ia bebas melakukan menurut kehendaknya tanpa terikat oleh
jabatannya. Akan tetapi guru diharapkan senantiasa berkelakuan sebagai guru
selamaa 24 jam sehari. Apa saja dilakukannya, kapan saja, apakah ia makan di
restoran, menonton bioskop, menerima tamu di rumah ia harus senantiasa sadar
akan kedudukannya sebagai guru. Ia harus mempertimbangkan film apa yang
ditontonnya, di restoran mana ia makan, bagaimana ia harus berpakaian sewaktu
menerima tamu.
Kedudukannya
sebagai guru akan membatasi kebebasannya dan dapat pula membatasi pergaulannya.
Ia tidak akan diajak melakukan kegiatan yang rasanya kurang layak bagi guru. Ia
akan mencari pergaulannya terutaman dari kalangan guru yang sependiria
dengannya.
Langganan:
Postingan (Atom)