A.
Kenyataan
atau Fakta
1.
Kesenjangan
antara Kebenaran dan Fakta
Di zaman dahulu,
nilai-nilai kebenaran sangat dijunjung tinggi oleh para orang tua, pendidik,
ulama, dan anggota masyarakat dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Prinsip satu kata dengan perbuatan atau perilaku
masih terwujud dalam fakta yang dapat diamati. Sebagai contoh: keluarga kaum
ulama pada zaman dahulu masih konsisten dalam menjalankan ajaran agama Islam
tentang etika bergaul antara pria dan wanita, etika tentang tata cara
berpakaian menurut Islam bagi kaum pria dan wanita, serta etika-etika lainnya
yang semuanya telah diatur dalam Al Qur’an dan Al Hadist. Ajaran-ajaran dalam
Islam tersebut merupakan suatu kebaikan dan kebenaran yang sifatnya mutlak.
Karena itu, tata cara bergaul antara pria dan wanita serta tata cara berpakaian
antara pria dan wanita Islam di zaman praglobalisasi penuh dengan nilai-nilai
dan etika tentang sopan santun. Fenomena ini terwujud dalam fakta di masyarakat
yang diamati dalam kehidupan sehari-hari.
Sebaliknya di
era globalisasi, nilai-nilai kebenaran khususnya kebenaran etika bergaul dan
perpakaian antara pria dan wanita menurut Islam sudah mulai ditinggalkan oleh
sebagian anggota masyarakat remaja yang terwujud dalam fakta. Sebagai contoh
ajaran Islam tentang ‘larangan mendekati zina’ sebagai suatu ajaran yang
mengandung nilai kebenaran mutlak, kini telah ditinggalkan oleh sebagian remaja
yang berpola pikir kebarat-baratan. Islam juga mengajarkan nilai sopan santun
yang mengandung nilai kebenaran tentang keharusan kaum wanita untuk menutup
aurat, namun dalam faktanya, sebagian remaja kita telah menganggap ajaran itu
tidak benar atau kuno, sehingga mereka berpakaian sangat seksi. Karena itu dapat
disimpulkan bahwa nilai kebenaran agama mengalami krisis dan kesenjangan dengan
kenyataan atau fakta yang diamati dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat.
2.
Cara
Mencari Kebenaran Menurut Ilmu, Filsafat, dan Agama
Menurut perspektif
sains atau ilmu pengetahuan, kebenaran dapat diperoleh melalui penyelidikan
dengan menggunakan metode ilmiah, logis untuk mencari bukti empiris dalam upaya
untuk menguji hipotesis menjadi tesis atau tidak dan untuk menarik kesimpulan
yang dapat digeneralisasikan (Ahmad Tafsir, 2002). Dengan kata lain, kebenaran
menurut ilmu pengetahuan dapat dicari dan ditemukan melalui cara-cara yang
ilmiah dengan prosedur yang sistematis dan ilmiah dalam melakukan penyelidikan
empiris untuk menarik kesimpulan sebagai suatu kebenaran. Jadi, kebenaran
ilmiah dapat dicari dan ditemukan dengan data yang logos dan empiris.
Kebenaran yang diperoleh melalui
metode ilmiah yang penuh dengan logika dan bukti-bukti empiris untuk menemukan
suatu kesimpulan sebagai sebuah kebenaran merupakan kebenaran yang ilmiah.
Kebenaran ilmiah dapat menjadi sebuah teori ilmiah yang membangun ilmu
pengetahuan. Salah satu contoh tentang cara mencari kebenaran menurut
perspektif ilmu pengetahuan ialah dengan melakukan pendidikan untuk mencari dan
menemukan data empiris dengan menggunakan metode dan prosedur yang ilmiah
(Mudyahardjo, 2004). Sebagai contoh sederhana adalah, apakah benar pemberian
pupuk pada tanaman dapat menyuburkan pertumbuhan tanaman, maka dilakukan
eksperimen dengan membentuk dua kelompok objek penelitian, yaitu sekelompok
tanaman diberikan pupuk secukupnya dalam jangka waktu tertentu dengan metode
ilmiah, sedangkan kelompok lain tidak diberikan pupuk, maka dapat dilihat hasil
yang diperolehnya.
Dari hasil penelitian dan eksperimen
yang dilakukan di atas, dapat diperoleh kesimpulan bahwa, “ada pengaruh pupuk
terhadap pertumbuhan tanaman”, merupakan sebuah kebenaran ilmiah yang diperoleh
dengan bukti empiris melalui hasil penyelidikan berupa eksperimen di lapangan.
Survei tentang jumlah penduduk di suatu negara dan jenis-jenis pekerjaan yang
dilakoni juga merupakan cara mencari kebenaran tentang data kependudukan.
Kesimpulan hasil survei tersebut adalah juga merupakan sebuah kebenaran ilmiah.
Menurut perspektif agama, suatu
kebenaran dapat dicari dan ditemukan, serta diterima melalui proses ilmiah
sebagai basis yang utama. Namun demikian, proses aqliah atau pikiran (logika) juga dapat digunakan sebagai alat
penunjang proses ilmiah untuk
memperkuat kebenaran wahyu sebagai proses ilmiah.
Contoh kebenaran wahyu atau agama yang hanya dapat diterima melalui proses imaniah ialah peristiwa isra mi’raj nabi besar Muhammad SAW ke sidratul muntaha. Peristiwa ini tidak
daat diterima melalui proses logika, namun ini sebuah fakta dan kebenaran yang
hanya dapat diterima melalui proses imaniah.
Menurut perspektif filsafat, suatu
kebenaran dapat dicari, ditemukan, dan diterima melalui proses logika. Dengan
kata lain, filsafat ialah kebenaran yang yang dihasilkan melalui berpikir
radikal. Bukti empiris tidak diperlukan dalam mencari, menemukan, dan menerima
suatu kebenaran melainkan proses pikir dan hasil pikir yang logis merupakan
ukuran dalam mencari, menemukan, dan menerima suatu kebenaran. Karena itu,
hakikat kenyataan secara total (ontologi) yang berhubungan dengan etika dan
estetika menjadi objek dari filsafat (Mudyahardjo, 2004).
3.
Sifat
Kebenaran Menurut Perspektif Ilmu, Agama, dan Filsafat
Kebenaran yang
ditemukan berdasarkan perspektif agama adalah kebenaran yang bersifat mutlak
dan tidak perlu disangsikan kebenarannya karena merupakan kebenaran wahyu yang
diterima melalu proses imaniah dan
logika sebagai proses pikir penunjang. Kebenaran yang ditemukan berdasarkan
perspektif sains (ilmu) adalah kebenaran
yang bersifat relatif dan masih perlu disangsikan kebenarannya, melalui
penelitian ilmiah hanya sekitar 95 sampai 99% atau sifatnya tidak mutlak.
Sedangkan kebenaran yang ditemukan berdasarkan perspektif filsafat juga merupakan
kebenaran yang tidak bersifat mutlak dan masih perlu disangsikan kebenarannya
melalui proses logika yang lebih radikal.
4.
Keterkaitan
antara Fakta dan Kebenaran
Kebenaran adalah
sesuatu yang ada secara objektif, logos, dan merupakan sesuatu yang empiris.
Sedangkan fakta merupakan kenyataan yang terjadi yang dapat diterima secara
logis dan dapat diamati secara nyata dengan pancaindera manusia. Kasus jatuhnya
pesawat Mandala di Medan beberapa tahun yang lalu merupakan contoh suatu fakta
yang terjadi di lapangan. Kenyataan berupa kasus jatuhnya pesawat tersebut
merupakan suatu kasus yang benar adanya, dengan kebenaran atas terjadinya
kecelakaan pesawat merupakan suatu fakta yang tidak bisa dibantah lagi atas
kebenarannya, baik secara logika maupun secara empiris. Contoh lain, shalat
dapat mencegah manusia kepada kemungkaran merupakan suatu kebenaran wahyu yang
tidak dapat dibantah lagi, baik secara logika maupun secara empiris, karena
dalam kenyataannya apabila orang shalatnya baik dan benar, maka perilakunya
menjadi bagus di masyarakat.
Dari uraian dan
contoh di atas, menunjukkan bahwa antara kebenaran dan fakta merupakan dua sisi
mata uang yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dengan kata lain, antara
fakta dan kebenaran, dan antara kebenaran dengan fakta merupakan dua hal yang
berkaitan sangat erat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar