Metode yang dipakai dalam ilmu
filsafat ini sebenarnya sangat banyak, sebanyak para tokoh filsafat atau
filsof, yang masing-masing memiliki dan menamakan metodenya masing-masing.
Seperti yang dilakukan oleh Socrates dan Plato, metode yang mereka pakai dinamai
dengan metode kritis. Metode kritis adalah cara kerja atau bertindak yang
bersifat analitis. Metode ini dilakukan dengan cara melalui
percakapan-percakapan (dialog). Socrates tidak menyelidiki fakta-fakta,
melainkan ia menganalisis berbagai pendapat atau aturan-aturan yang dikemukakan
orang. Setiap orang memiliki pendapat yang berbeda dan analisis yang berlainan.
Dengan cara percakapan atau dialog tersebut, Socrates menemukan suatu cara
berpikir induksi, yaitu berdasarkan beberapa pengetahuan mengenai
masalah-masalah khusus memperoleh kesimpulan pengetahuan yang bersifat umum.
Metode lain, yang biasa dipakai dalam ilmu filsafat
adalah metode skolastik, yang dikembangkan oleh Aristoteles dan Thomas Aquinas.
Metode skolastik ini sering disebut dengan istilah sintesis deduktif. Metode
skolastik ini banyak dipakai untuk menguraikan metode mengajar di sekolah atau
di perguruan tinggi, bukan hanya dalam bidang ilmu filsafat saja, melainkan
dalam semua ilmu, seperti ilmu hukum, ilmu pasti, kedokteran, dan lainnya.
Sebagian ahli ada yang mengelompokkan metode yang
dipergunakan dalam mempelajari filsafat ini menjadi tiga macam, yaitu metode
sistematis, metode historis, dan metode kritis. Dengan menggunakan metode sistematis, para pelajar akan
menghadapi karya-karya filsafat, misalnya mempelajari tentang teori-teori
pengetahuan yang terdiri atas beberapa cabang filsafat. Setelah itu ia
mempelajari teori hakikat yang merupakan cabang ilmu lainnya, kemudian ia akan
mempelajari teori nilai atau filsafat nilai. Ketika para pelajar membahas
setiap cabang atau subcabang filsafat, maka aliran-aliran filsafat pun akan
terbahas. Maka dengan mempelajari filsafat melalui metode sistematis ini
perhatiannya akan terfokus pada isi filsafat, bukan pada tokoh ataupun pada zaman,
serta periodenya.
Sedangkan metode
historis digunakan bila para pelajar
mengkaji filsafat dengan mengikuti sejarahnya. Ini dapat dilakukan dengan cara
membicarakan tokoh demi tokoh menurut kedudukannya dalam sejarah. Sebagai
contoh, jika kita ingin membicarakan tokoh filsafat atau filsof Thales, berarti
kita membicarakan riwayat hidupnya, pokok ajarannya, baik dalam teori
pengetahuan, teori hakikat, maupun dalam teori nilai. Kemudian dilanjutkan
dengan membicarakan Anaximandros, Socrates, Rousseau, Immanuel Kant dan
seterusnya sampai pada tokoh-tokoh kontemporer saat ini. Mengenalkan
tokoh-tokoh filsafat ini memang sangat perlu karena ajarannya bisasnya
berkaitan erat dengan lingkungan, pendidikan, dan kepentingannya.
Cara lain untuk mempelajari filsafat dengan menggunakan metode historis ini adalah dengan cara
membagi babakan atau periode filsafat sejarah. Misalnya, mula-mula yang
dipelajari adalah filsafat kuno, kemudian filsafat pertengahan, dan selanjutnya
adalah filsafat abad modern. Variasi cara mempelajari filsafat dengan
menggunakan metode historis ini cukup
banyak. Yang terpenting, mempelajari filsafat dengan menggunakan metode historis berarti mempelajari
filsafat secara kronologis. Dan metode ini cocok bagi para pelajar pemula.
Adapun metode
kritis digunakan oleh mereka yang mempelajari filsafat tingkat intensif. Di
mana para pelajar haruslah telah memiliki bekal pengetahuan tentang filsafat
secara memadai. Dalam metode ini pengajaran filsafat dapat mengguanakan metode
sistematis atau historis. Langkah pertama adalah memahami isi ajaran, kemudian
para pelajar mencoba mengajukan kritiknya. Kritik itu mungkin dalam bentuk
menentang atau menolak paham atau oendapat dari para tokoh, namun dapat juga
berupa dukungan atau memperkuat terhadap ajaran atau paham filsafat yang sedang
dikajinya. Dalam mengkritik mungkin ia menggunakan pendapatnya sendiri atau
dengan menggunakan pendapat para filsof lainnya.
Selain dengan ketiga metode di atas, dalam ilmu filsafat
dikenal juga metode empiris, seperti yang dipahami oleh Thomas Hobbes, John
Locke, dan David Hume. Menurut mereka hanya pengalamanlah yang dapat menyajikan
pengertian benar. Masih banyak metode-metode lain seperti metode intuitif,
metode geometris, metode transcendental, metode fenomeologis, dan metode-metode
lainnya yang semuanya lahir dikarenakan keyakinan dan pengalaman mereka dalam
memahami filsafat secara sungguh-sungguh sehingga menghasilkan bentuk metode
yang berbeda-beda.
Referensi :
Susanto. 2011. Filsafat Ilmu.
Jakarta: Bumi Aksara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar