Bidang studi IPS yang
masuk ke Indonesia berasal dari Amerika Serikat, yang di negara asalnya disebut
social studies. Definisi sosial
studies dari NCSS ialah “Social studies
is the integrated studi of the social sciences and humanities to promote civic
competence…. The primary purpose of social studies is to help young people
social develop the ability to make informed and reasoned decisions for public
good as citizen of a culturally diverse. Democratic society an independent
world. Pertama kali Sosial Studies dimasukkan dalam kurikulum sekolah
adalah di Rugby (Inggris) pada tahun 1827, atau sekitar setengah abad setelah
Revolusi Industri (abad 18), yang ditandai dengan perubahan penggunaan tenaga
manusia menjadi tenaga mesin.
Latar belakang dimasukannya Social Studies dalam
kurikulum sekolah di Amerika Serikat berbeda dengan di Inggris karena situasi
dan kondisi yang menyebabkan juga berbeda. Penduduk AS terdiri dari berbagai
macam ras di antaranya ras Indian yang merupakan penduduk asli, ras kulit putih
yang datang dari Eropa dan ras Negro yang didatangkan dari Afrika untuk
dipekerjakan di perkebunan-perkebunan negara tersebut.
Pada awalnya penduduk AS yang multi ras tidak menimbulkan
masalah. Baru setelah berlangsungnya perang saudara antara utara dan selatan
atau yang dikenal dengan perang budak yang berlangsung tahun 1861-1865 di mana
pada saat itu AS siap menjadi kekuatan dunia, mulai terasa adanya kesulitan,
karena penduduk yang multi ras tersebut merasa sulit untuk menjdi satu bangsa.
Selain itu juga adanya perbedaan sosial ekonomi yang
sangat tajam. Para pakar kemasyarakatan dan pendidikan berusaha untuk
menjadikan penduduk ras tersebut menjadi merasa satu bangsa yaitu bangsa
Amerika. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan memasukkan social studies ke dalam kurikulum
sekolah di negara bagian Wisconsin pada tahun 1982. Setelah dilakukan
penelitian, maka pada awal abad 20, sebuah Komisi Nasional dari The National Educational Association memberikan
rekomendasi menengah Amerika Serikat. Adapun wujud social studies ketika lahir merupakan semacam ramuan dari mata
pelajaran sejarah, geografi, dan civics.
Di samping sebagai reaksi para pakar ilmu sosial terhadap
situasi sosial di Inggris dan Amerika Serikat, pemasukan Sosial Studies ke
dalam kurikulum sekolah juga di latar belakangi oleh keinginan para pakar
pendidikan. Hal ini mereka ingin agar setelah meninggalkan sekolah dasar dan
menengah, para siswa menjadi warga negara yang baik, dalam arti mengetahui dan
menjalankan hak dan kewajiban serta apa saja yang harus dilakukan sebagai
bagian dari warga negara, dan dapat hidup bermasyarakat secara seimbang, dalam
arti memperhatikan kepentingan pribadi dan masyarakat. untuk mencapai tujuan
tersebut, para siswa tidak perlu menunggu belajar ilmu-ilmu sosial di perguruan
tinggi, tetapi sebenarnya mereka sudah dapat bekal pelajaran IPS di sekolah
dasar dan menengah.
Pertimbangan lain dimasukannya social studies ke dalam kurikulum adalah kemampuan siswa sangat
menentukan dalam pemilihan dan pengorganisasian siswa sekolah materi IPS. Agar
materi pelajaran IPS lebih menarik dan mudah dicerna oleh siswa sekolah dasar
dan menengah. Bahan-bahannya diambil dari kehidupan nyata di lingkungan
masyarakat. Bahan materi yang diambil dari pengalaman pribadi, teman-teman
sebaya, serta lingkungan alam, dan masyarakat sekitar. Hal ini akan lebih mudah
dipahami karena mempunyai makna lebih besar bagi para siswa daripada bahan
pengajaran yang abstrak dan rumit dari ilmu-ilmu sosial.
Latar belakang dimasukannya bidang studi IPS ke dalam
kurikulum sekolah di Indonesia sangat berbeda dengan Inggris dan Amerika
Serikat. Pertumbuhan IPS di Indonesia tidak terlepas dari situasi kacau,
termasuk dalam bidang pendidikan, sebagai akibat pemberontakan G30S/PKI, pada
Pemerintahan Orde Baru. Setelah keadaan tenang pemerintah melancarkan Rencana
Pembangunan Lima Tahun (Repelita) I (1969-1974) tim peneliti nasioanal di
bidang pendidikan menemukan lima masalah nasioanal dalam bidang pendidikan.
Kelima masalah tersebut antara lain :
1.
Kuantitas, berkenaan dengan perluasan
dan pemerataan kesempatan belajar.
2.
Kualitas, menyangkut peningkatan mutu
lulusan.
3.
Relevansi, berkaitan dengan kesesuaian
sistem pendidikan dengan kebutuhan pembangunan.
4.
Efektifitas sistem pendidikan dan
efisiensi penggunaan sumber daya dan dana.
5.
Pembinaan generasi muda dalam rangka
menyiapkan tenaga produktif bagi kepentingan pendidikan nasional.
Referensi :
Rudy Gunawan. 2013.
Pendidikan IPS. Bandung: Alfabeta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar