A. Pendahuluan
Pendidikan
menurut UU Nomor 20 Tahun 2003, adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa, dan negara. Kualitas
manusia yang dibutuhkan oleh bangsa Indonesia pada masa yang akan datang adalah
yang mampu menghadapi persaingan yang semakin ketat dengan bangsa lain di
dunia. Kualitas manusia Indonesia tersebut dihasilkan melalui penyelenggaraan
pendidikan yang bermutu.
Tujuan
utama Ilmu Pengetahuan Sosial adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik
agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat sebagai pendidikan
kewarganegaraan, IPS haruslah mampu mengembangkan kompetensi warga negara
menjadi warga negara yang baik dalam kehidupan masyarakat yang demokratis
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Ips memiliki 3 aspek pengetahuan, membentuk
nlai dansikap, serta melatih keterampilan.
Ada
berbagai kajian pengetahuan yang disuguhkan kepada peserta didik untuk
dikuasainya sebagai bekal untuk kehidupannya, diantaranya adalah kajian
pengetahuan yang termasuk pada kelompok pendidikan IPS. Menurut Sapriya
(2009:7) Ilmu Pengetahuan Sosial yang disingkat IPS dan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan IPS yang sering kali disingkat Pendidikan IPS atau PIPS dua istilah
yang sering diucapkan atau dituliskan dalam berbagai karya akademik secara
tumpang tindih (overlapping). Kekeliruan
ucapan ataupun tulisan tidak dapat sepenuhnya kesalahan pengucap atau penulis
melainkan disebabkan oleh kurangnya sosialisasi sehingga menimbulkan perbedaan
persepsi. Menurut Spmantri bahwa Pendidikan IPS adalah seleksi dari disiplin
ilmu-ilmu sosial yang humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang diorganisir
dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan (Sapriya,
2009, hal. 11).
Dalam realitas sosial, kajian Pendidikan IPS
kurang begitu mendapat tempat yang cukup menggembirakan, karena masyarakat
sementara ini masih memiliki anggapan bahwa bidang kajian ini tidak/kurang
memberikan kontribusi pada kehidupan. Hal ini wajar, sebab memang kajian ini
terlalu sarat dengan teori yang jauh sekali dengan nilai-nilai pendidikan.
Oleh
karena itu, untuk mewujudkan konsep-konsep tersebut, maka pendidikan haruslah
memuat nilai-nilai kependidikan (educational
value), di antaranya adalah dengan menghadirkan suasana pembelajaran yang
bersifat kontekstual. Jika tidak demikian pendidikan hanyalah merupakan kumpulan-kumpulan
kognitif belaka (cognitive value).Pendidikan
IPS di Indonesia adalah penyederhanaan disiplin ilmu-ilmu sosial dan segala
sesuatu yang sifatnya sosial, yang diorganisir secara ilmiah dan psikologis
dengan Pancasila dan UUD 1945 sebagai nilai sentralnya untuk mencapai tujuan
pendidikan nasioal khususnya dan pembangunan nasional pada umumnya (Somantri,
2001, hal. 74).
Untuk
mencapai tujuan PIPS haruslah dapat membantu para peserta didik mengembangkan
kemampuan membuat keputusan-keputusan yang bersifat reflektif sehingga mereka
dapat memecahkan masalah-masalah pribadi (individual) dan membentuk kebijakan
umum dengan cara berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan sosial, yang pada
akhirnya ini semua akan lebih bermanfaat ketika akan terjun secara langsung di
masyarakat tempat ia tinggal.
B. Materi
Pendidikan IPS Secara Global
Ruang
lingkup materi PIPS yang berwawasan global menurut (Gunawan, 2011, hal.22). di
antaranya :
1. Tentang
kesadaran diri; sebagai makhluk Tuhan, eksistensi, potensi dan jati diri
sebagai warna dari sebuah bangsa yang berbudaya dan bermartabat sederajat
dengan bangsa lain di dunia (tidak lebih rendah dari bangsa lain).
2. Tentang
kecakapan berpikir, seperti kecakapan; berpikir kritis, menggali informasi,
mengolah informasi, mengambil keputusan dan memecahkan masalah.
3. Tentang
kecakapan akademik, tentang ilmu-ilmu sosial; seperti kemampuan memahami fakta,
konsep, dan generalisasi tentang sistem sosial budaya, lingkungan hidup,
perilaku ekonomi dan kesejahteraan, serta tentang waktu dan keberlanjutan
perubahan yang terjadi di dunia.
4. Mengembangkan
social skills; dengan maksud supaya
pada masa yang akan datang kita tidak hanya menjadi objek penguasaan
globalisasi belaka.
Dari
uraian di atas dapat kita pahami bahwa materi pendidikan IPS di masyarakat
bertujuan untuk membantu tumbuhnya pola berpikir ilmuwan sosial, mengembangkan
pengetahuan, pemahaman, kemampuan analisis peserta didik terhadap kondisi
sosial masyarakat dalam rangka membantu tumbuhnya warga negara yang baik. Untuk
itu Pendidikan IPS memegang peranan penting dalam meewujudkan tujuan nasional.
Hal ini karena mengembangkan potensi peserta didik menjadi manusia yang
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab, sebagaimana yang menjadi tujuan
pendidikan nasional, juga merupakan tujuan Pendidikan IPS.
C. Pola
Pikir Pendidikan IPS di Masyarakat
Pola
pikir PIPS di masyarakat mempunyai sikap mental yang kondusif dan siap menerima
pembaharuan atau modernisasi antara lain (Mutakin, 2008, hal.114) :
1. Senantiasa
berorientasi ke masa depan.
2. Senantiasa
berhasrat memanfaatkan dan mengembangkan lingkungan demi peningkatan
kesejahteraan hidup.
3. Senantiasa
menilai tinggi pada suatu prestasi.
4. Mampun
menilai tinggi usaha pihak lain yang meraih prestasi atas kerja kerasnya
sendiri.
Dari
uraian di atas dapat kita pahami bahwa :
1. Kita
harus senantias aberpikir ke depan, karena zaman terus berkembang, kehidupan
terus berjalan sehingga kita tidak mungkin diam bahkan melihat ke belakang
karena kita akan ketinggalan oleh semua ini.
2. Manusia
harus mempunyai keinginan atau berhasrat terus mengembangkan lingkungan demi
peningkatan kesejahteraan hidup.
3. Sebuah
prestasi yang kita peroleh berasal dari sebuah kerja keras yang sangat tinggi
sehingga kita akan lebih menghargai keberhasilan yang kita peroleh, bahkan
dengan menilai tinggi prestasi kita akan lebih meningkatkan lagi prestasinya.
4. Menghargai
pihak lain akan memberi dampak positif, karena kita akan lebih peka dan
memahami dan menghargai peranan orang lain sangat penting untuk kita.
D. Pengembangan
Pendidikan IPS di Masyarakat
Pendidikan
IPS yang selama ini terkesan jalan di tempat, masih belum mendapatkan posisi
yang membanggakan di tengah arus globalisasi. Menghadapi fenomena
ini,Pendidikan IPS idealnya harus responsif dan menata diri berhadapan dengan
globalisasi. Menurut Somantri (2001:134) PIPS harus mampu mengembangkan dan
mempelopori pembaharuan dalam PIPS, karena dengan berkembangnya PIPS yang
berpotensi untuk mengembangkan diri ke arah peningkatan mutu lewat berbagai
pembaharuannya.
Melihat
fenomena dan kecenderungan dunia yang terus maju (seperti tanpa kendali),
beberapa hambatan dan peluang pengembangan PIPS, bagaimana PIPS terus menempatkan
diri (reposisi)? Masih relevankah PIPS menjadi kekuatan pendidikan yang mampu
menopang kehidupan umat manusai? Ada beberapa hal yang harus diperhatikan,
apabila PIPS tetap ingin eksis dan mempunyai kedudukan yang berarti bagi umat
manuisa.
Pertama,
pembaharuan kurikulum PIPS hendaknya bukan sekedar tambal sulam, tetapi lebih bersifat
interdisipliner, dan berorientasi pada “functional
knowledge”serta aspirasi kebudayaan Indonesia dan nilai-nilai agama. Kedua, pengajar harus mampu meyajikan
pengajaran/pembelajaran yang bersifat interdisiplin, berperan sebagai
fasilitator pembelajar, dan menjadi problem solver baik di kampus/sekolah
maupun di tengah-tengah masyarakat. Pengajar harus mampu memahami kebutuhan
dasar lingkungannya, sehingga pengajaran PIPS tidak bersifat kaku. Ketiga, membangun hubungan secara
sinergis antara LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan), praktisi pendidikan,
sekolah, pembuat kebijakan pendidikan, serta berbagai elemen environment guna
melakukan sharing untuk menyusun kurikulum yang integratif dan responsif
terhadap permasalahan-permasalahan riil, baik lokal, regional, nasional maupun
internasional. Kurukulum PIPS harus bersifat fleksibel, artinya senantiasa bisa
berubah, perubahan berjalan secara kontinu supaya tidak ketinggalan zaman. Keempat, kurikulum PIPS mampu membuat
estimasi kehidupan yang akan berlangsung 30-50 tahun yang akan datang.
Paradigma kurikulum PIPS berorientasi ke depan. Anak didik pada masa sekarang,
mereka akan menempuh usia dewasanya pada 10-50 tahun yang akan datang.
Konsekuensinya, kurikulum harus mampu mengantisipasi kecenderungan-kecenderungan
yang akan datang.
Jadi
dapat disimpulkan bahwa Pendidikan IPS sebagai synthetic discipline berusaha mengorganisasikan dan mengembangkan
substansi ilmu-ilmu sosial secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan
pendidikan. PIPS mempunyai peran penting dalam membangun identitas nasional
untuk menjadikan peserta didik yang kreatif, mampu memecahkan masalah diri dan
lingkungannya, serta menjadi warga negara yang baik dan bermoral. Di tengah
iklim globalisasi, PIPS tetap diperlukan baik sebagai penopang identitas
nasional, maupun problem solver masalah-masalah lokal, regional, nasional, dan
global. Berbagai masalah PIPS baik dari kurikulum, pengembangan di LPTK
(Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan), kemampuan guru dalam mengajarkan, dan kebijakan
pemerintah dalam mendorong PIPS yang ideal perlu terus diusahakan secara
optimal. Tanpa sinergitas dari berbagai komponen di atas, sulit mewujudkan PIPS
yang bermakna.
IPS
merupakan seperangkat fakta, peristiwa, konsep, dan generalisasi yang berkaitan
dengan perilaku dan tindakan manusia untuk membangundirinya, masyarakatnya,
bangsanya, dan lingkungannya berdasarkan pada pengalaman masa lalu yang dapat
dimaknai untuk masa kini, dan diantisipasi untuk masa yang akan datang, di
antaranya (Somantri, 2001, hal. 183) :
1. Mengembangkan
pengetahuan kesosiologian, kegeografian, keekonomian, dan kesejarahan.
2. Mengembangkan
kemampuan berpikir, inquiri, pemecahan masalah, dan keterampilan sosial.
3. Membangun
komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.
4. Meningkatkan
kemampuan berkomunikasi dan bekerjasama dalam masyarakat yang majemuk, di
tingkat lokal, nasional, dan global.
Menurut
Somantri (2001:183) untuk mencapai tujuan tersebut dikembangkan standar
kompetensi lintas kurikulum yang merupakan kecakapan untuk hidup (life skills) danbelajar sepanjang hayat
yang dilakukan dan harus dicapai oleh peserta didik melalui pengalaman belajar.
Standar
kompetensi lintas kurikulum ini meliputi :
1. Memiliki
keyakinan, menyadari serta menjalankan hak dan kewajiban, saling menghargai dan
memberi rasa aman, sesuai dengan agama yang dianutnya.
2. Menggunakan
bahasa untuk memahami, mengembangkan, dan mengkomunikasikan gagasan dan
informasi, serta untuk berinteraksi dengan orang lain.
3. Memilih,
memadukan, dan menerapkan konsep-konsep, teknik-teknik, pola, struktur, dan
hubungan.
4. Memilih,
mencari, dan menerapkan teknologi dan informasi yang diperlukan dari berbagai
sumber.
5. Memahami
dan menghargai lingkungan fisik, makhluk hidup, dan teknologi, dan menggunakan
pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai untuk mengambil keputusan yang
tepat.
6. Berpartisipasi,
berinteraksi, dan berkontribusi aktif dalam masyarakat dan budaya global
berdasarkan pemahaman konteks budaya, geografis, dan historis.
7. Berkreasi
dan menghargai karya artistik, budaya, dan intelektual, serta menerapkan
nilai-nilai luhur untuk meningkatkan kematangan pribadi menuju masyarakat
beradab.
8. Berpikir
logis, kritis, dan lateral dengan mempertimbangkan potensi dan peluang untuk
menghadapi berbagai kemungkinan.
9. Menunjukkan
motivasi belajar, percaya diri, bekerja mandiri, dan bekerja sama dengan orang
lan.
Menurut
(Mikarsa, Taufik, & Prianto, 2007, hal. 2. 17) pengembangan pada dimensi
vertikal ini mengandung arti bahwa penyelenggaraan pendidikan sekolah dasar
selain merupakan perwujudan pendidikan yang adil dan merata juga harus
mempertimbangkan keragaman peserta didik baik dalam aspek kemampuan, pola hidup
maupun lingkungan sosial budaya dimana mereka tinggal. Pengembangan relevansi
pendidikan dengan harapan agar hasil pendidikan sesuai dengan kebutuhan, dalam
arti dapat memberi dampak bagi pemenuhan kebutuhan peserta didik, baik
kebutuhan kerja, kehidupan di masyarakat dan melanjutkan pendidikan ke jenjang
yang lebih tinggi.
Dalam
pengembangannya proses pembelajaran harus bermakna, salah satu pembelajaran
berbasis budaya yang bertujuan untuk penciptaan arti bersifat dinamis. Proses
tersebut memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengemukakan berbagai
rasa keingintahuannya, terlibat dalam proses analisis dan eksplorasi yang
kreatif untuk mencari jawaban, serta terlibat dalam proses pengambilan
keputusan yang unik (Suprayeksi, 2007, hal. 4. 35).
Pengembangan
masyarakat menutut (Suharto, 2009, hal. 38) memiliki fokus terhadap upaya
menolong anggota masyarakat yang memiliki kesamaan minat untuk bekerja sama,
mengidentifikasi kebutuhan bersama dan melakukan kegiatan bersama untuk
memenuhi kebtuhan tersebut. Pengembangan masyarakat lokal adalah proses yang
ditujukan untuk menciptakan kemajuan sosial dan ekonomi bagi masyarakat melalui
partisipasi aktif serta inisiatif anggota masyarakat itu sendiri. Anggota
masyarakat bukan sebagai masyarakat sistem klien yang bermaslah, melainkan
sebagai masyarakat yang unik dan memiliki potensi, hanya saja potensi tersebut
belum sepenuhnya dikembangkan. Pada dasarnya merupakan proses interaksi antara
anggota masyarakat setempat yang difasilitasi oleh pekerja sosial. Pekerja
sosial membantu meningkatkan kesadaran dan mengembangkan kemampuan mereka dalam
mencapai tujuan-tujuan yang diharapkan. Pengembangan masyarakat lokal
berorientasi pada “tujuan proses” (process
goal) daripada tujuan tugas atau tujuan hasil (task or product goal) (Suharto, 2009, hal. 42).
Menurut
Sapriya, (2009:176) bahwa pengembangan PIPS di masyarakat adalah salah satunya
dengan pengembangan partisipasi sosial, dimana topik utama dari pengembangan
partisipasi sosial ini yakni pengembangan kepekaan sosial dan menerapkan
strategi pengembangan partisipasi sosial.
1. Pengembangan
Kepekaan Sosial
Secara
harfiah, istilah “kepekaan” (sensitivity)
berasal dari kata peka (sensitive)
yang berarti mudah merasa atau mudah terangsang, atau suatu kondisi seseorang
yang mudah bereaksi terhadap suatu keadaan. Apabila dikaitkan dengan kondisi sosial
(kemasyarakatan) maka istilahnya menjadi kepekaan sosial (social sensitivity), ialah kondisi seseorang yang mudah bereaksi
terhadap masalah-masalah sosial/kemasyarakatan. Pengertian kepekaan sosial
tampaknya ada kaitan dengan istilah kesadaran sosial (social awareness), ialah kemampuan peserta didik menjadi paham (informed about) dan peka (sensitive) terhadap aspek-aspek
politik, sosial, ekonomi di masyarakat.
2. Pengembangan
Partisipasi Sosial
Pengembangan
partisipasi sosial sejalan dengan tujuan IPS bahwa aspek yang cukup penting dan
perlu diterapkan kepada peserta didik adalah bagaimana agar mereka, para
peserta didik dapat berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial.
Belajar IPS tidak cukup dalam bentuk hapalan atau hanya melatih daya ingat
saja, tetapi belajar IPS hendaknya dapat memberdayakan peserta didik sehingga
segala potensi dan kemampuannya, baik pengetahuan, sikap, maupun
keterampilannya dapat berkembang. Semua kemampuan ini dapat diwujudkan dalam
proses pembelajan melalui aktivitas pelatihan berpartisipasi dalam kehidupan
bermasyarakat. Kosasih Djahiri (1979) dalam (Sapriya, 2009:185) mengemukakan
bahwa anak muda perlu turut serta dalam realita kehidupan bukan hanya sebagai
penonton melainkan langsung sebagai pelaku. Namun sebelum dan selama dalam
proses partisipasi tersebut, para remaja perlu dibina, dijembatani, dan
dibimbing sehingga tidak terjadi suatu gap (kesenjangan) yang terlalu lebar
antara generasi baru dan lama.
E. Kesimpulan
Berdasarkan
uraian tentang pengembangan materi, struktur, konsep dan pola pikir PIPS di
masyarakat dapatlah diambil kesimpulan berikut ini :
1. Masalah-masalah
pendidikan adalah masalah yang berhubungan dengan manusia, baik sebagai kodrat
ciptaan Tuhan, maupun sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.
2. Dalam
pengembangan PIPS di masyarakat di antaranya :
a. Kurikulum
pembelajaran IPS dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk belajar mengkaji
dan menganalisis tentang isu-isu kemasyarakatan dan akibat-akibat dari kemajuan
ilmu dan teknologi.
b. Dalam
pembelajaran harus lebih terkait dengan keadaan masyarakat dimana ia tinggal.
c. Pola
pikir PIPS di masyarakat meliputi :
Pola pikir PIPS di
masyarakat mempunyai sikap mental yang kondusif dan siap menerima pembaharuan
atau modernisasi antara lain :
1) Senantiasa
berorientasi ke masa depan.
2) Senantiasa
berhasrat memanfaatkan dan mengembangkan lingkungan demi peningkatan
kesejahteraan hidup.
3) Senantiasa
menilai tinggi pada suatu prestasi.
4) Mampu
menilai tinggi usah pihak lain yang meraih prestasi atas kerja kerasnya
sendiri.
IPS
atau Social Studies mempunyai tugas mulia dan menjadi pondasi penting bagi
pengembangan intelektual, emosional, kultural, dan sosial peserta didik, yaitu
mampu menumbuhkembangkan cara berfikir, bersikap, dan berperilaku yang
bertanggungjawab selaku individual, warga masyarakat, warga negara, dan warga
dunia. Selain itu IPS pun bertugas mengembangkan potensi peserta didik agar
peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental
positif untuk perbaikan segala ketimpangan, dan terampil mengatasi setiap
masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang
di masyarakat. Tujuan tersebut dapat dicapai manakala program-program pelajaran
IPS di sekolah diorganisasikan secara baik.
Kedudukan
pengajaran IPS begitu unik karena harus mempersiapkan dan mendidik anak didik
untuk hidup dan memahami dunianya, dimana kualitas personal dan kualitas sosial
menjadi sangat penting. IPS memerankan peranan yang signifikan dalam
mengarahkan dan membimbing anak didik pada nilai-nilai dan perilaku demokratis,
memahami dirinya dalam konteks kehidupan masa kini, memahami tanggung jawabnya
sebagai bagian dari masyarakat global yang interdependen.
Dengan
mengembangkan aspek-aspek keterampilan sosial melalui IPS secara benar, kita
dapat berharap bahwa para siswa dapat menjadi warga masyarakat yang mampu
berinteraksi sosial dan berkomunikasi sosial dengan baik, bekerjasama dan
membangun jejaring sosial, memiliki kesadaran sosial, rasa empati dan
kepedulian pada orang yang mebutuhkan, serta dapat menyelesaikan konflik sosial
secara benar dan demokrasi.
Pembahasan
tentang pendidikan IPS tidak bisa dilepaskan dari interaksi fungsional
perkembangan masyarakat Indonesia dengan sistem dan praktis pendidikannya.
Interaksi fungsional disini adalah bagaimana perkembangan masyarakat
mengimplikasi terhadap pokok-pokok pengetahuan pendidikan IPS dan bagaimana
pokok-pokokpengetahuan pendidikan IPS turut memfasilitasi pengembangan aktor
sosial dan warga negara yang cerdas dan baik, yang dapat memberikan kontribusi
yang bermakna terhadap perkembangan masyarakat Indonesia. Pemikiran mengenai
konsep pendidikan IPS di Indonesia banyak dipengaruhi oleh pemikiran “Social
Studies” di Amerika Serikat sebagai salah satu negara yang memiliki pengalaman
panjang dan reputasi akademis yang signifikan dalam reputasi tersebut tampak
dalam perkembangan pemikiran mengenai bidang itu seperti dapat disimak dari
berbagai karya akademis yang dipublikasikan oleh National Council for The
Social Studies (NCSS).
IPS
disebut sebagai bidang keilmuan yang sangat dinamis, karena mempelajari keadaan
masyarakat yang cepat perkembangannya. Pengembangan kurikulum IPS merupakan
jawaban dari tuntutan kebutuhan masyarakat yang akan mempelajarinya.
Perkembangan IPS tampak mulai dari istilah yang digunakan pada setiap
kurikulum, struktur kurikulum dan materi yang dimuat dalam setiap kurikulum,
serta pendekatannya.
Pengembangan
kurikulum ilmu-ilmu sosial menjadi IPS sejak tahun 1975 dilatarbelakangi oleh
dua hal penting, yakni sejarah atau pengalaman hidup masyarakat yang labil
dimasa lalu dan laju perkembangan teknologi ke depan yang perlu disikapi agar
peserta didik yang dihasilkan relevan dengan kondisi yang akan dihadapi dalam
masyarakatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar