Minggu, 16 Oktober 2016

Kedudukan Ilmu, Filsafat, dan Agama

1.      Ilmu
Ilmu yang dimaksud pada bagian ini mencakup di dalamnya pengetahuan. Jadi, ilmu dapat disebut dengan ilmu pengetahuan. Namun secara ringkas sering disebut dengan ilmu saja. Padahal sesungguhnya ada perbedaan yang sangat prinsipil antara ilmu dan pengetahuan. Ilmu adalah pengetahuan yang pasti, sistematis, metodik, ilmiah, dan mencakup kebenaran umum mengenai objek studi. Sedangkan pengetahuan adalah sesuatu yang menjelaskan tentang adanya sesuatu hal yang diperoleh secara biasa atau sehari-hari melalui pengalaman (empiris), kesadaran (intuisi), informasi, dan sebagainya. Jadi, pengetahuan mempunyai cakupan lebih luas dan umum daripada ilmu. Namun, dalam tulisan ini sengaja disebut dengan menggabungkan keduanya, yaitu ilmu pengetahuan. Karena keberadaan ilmu dan pengetahuan sama-sama pentingnya bagi hidup dan kehidupan, tidak boleh dipisahkan. Ilmu membentuk daya inteligensi yang melahirkan keterampilan (skill). Sedangkan pengetahuan membentuk daya moralitas keilmuan yang melahirkan tingkah laku kehidupan manusia.
Dalam penggunaan sehari-hari orang cukup hanya menyebut ilmu saja untuk maksud ilmu pengetahuan. Ilmu artinya pengetahuan yang ilmiah. Oleh karena itu, Mohammad Hatta menyebut ilmu dan pengetahuan menggunakan dengan sebutan pengetahuan, karena bagi Hatta (1945: 5) antara ilmu dan pengetahuan adalah sama-sama sebagai pengetahuan. Menurutnya “pengetahuan adalah pengetahuan yang didapat dari pengalaman, sedangkan ilmu adalah pengetahuan yang didapat dengan keterangan”. Menurut Endang Saifuddin Anshari (1987: 49-50), ilmu   pengetahuan atau ilmu adalah usaha pemahaman manusia mengenai kegiatan, struktur, pembagian, hukum tentang hal ikhwal yang diselidiki melalui penginderaan dan dibuktikan kebenarannya melalui riset.
Setelah mengetahui definisi ilmu pengetahuan, maka selanjutnya yang perlu juga dipahami adalah tentang ciri suatu  ilmu tersebut. Ciri dari sesuatu yang dikategorikan menjadi ilmu pengetahuan adalah karena ada objeknya. Setiap ilmu pengetahuan ditentukan oleh objeknya. Ada dua macam objek ilmu pengetahuan, yaitu objek materi dan objek forma. Objek materi ialah sasaran atau bahan yang dijadikan objek penyelidikan suatu ilmu. Sedangkan objek forma ialah sudut pandang atau cara pandang mengenai objek materi tersebut, sehingga dengan objek forma ini dapat dibedakan menjadi ilmu tertentu. jadi, yang membedakan suatu ilmu dari yang lainnya ialah objeknya. Sekalipun objek materinya sama, tetapi sudut pandangnya atau objek formanya berbeda.
Kemudian perlu dikemukakan pula di sini perihal ilmuwan. Ilmuwan adalah orang yang memiliki ilmu pengetahuan, seorang ilmuwan harus memiliki sikap-sikap yang harus dimiliki dalam melakukan tugasnya. Sikap tersebut, antara lain :
a.       Objektivitas. Sikap objektif artinya pandangan atau penilaian yang mengutamakan objeknya. Jadi, objektif berarti menilai atau memandang sesuatu sesuai dengan objeknya. Dengan sikap objektif ini, seorang ilmuwan menghindari sikap subjektif, yang bisa berupa emosi, prasangka, atau dugaan yang belum terbukti kebenaran ilmiahnya. Selain itu, dengan adanya sikap subjektif cenderung membawanya kepada hal-hal yang di luar kewajaran, misalnya karena ada kedekatan dengan seseorang, sehingga dalam memberikan penilaian atau pandangan hasilnya tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya.
b.      Sikap skeptis, yaitu sikap yang selalu ragu terhadap pernyataan-pernyataan yang belum cukup kuat dasar-dasar pembuktianya.
c.       Sikap selalu ingin tahu (misselinousness). Seorang ilmuwan harus memiliki minat, hasrat, dan semangat yang tinggi untuk mencari atau mengetahui jawaban atas berbagai persoalan ilmu yang ditekuninya.
d.      Sikap kejujura ilmiah. Sikap ini membawanya kepada sikap berani mengemukakan sesuatu yang hak (benar) dan menolak yang batil (buruk atau sesuatu yang salah). Dengan sikap jujur, mendorong dirinya untuk selalu terbuka menerima kebenaran atau teori baru yang sudah terbukti kebenaran ilmiahnya. Selain sikap-sikap di atas, seorang ilmuwan juga harus memiliki sikap-sikap lain, seoperti lapang dada, toleran, rendah hati, sabar, tabah, tekun, dan rajin dalam mencari kebenaran-kebenaran ilmiah.

2.      Filsafat
Secara garis besar filsafat adalah ilmu pengetahuan yang mengkaji segala masalah-masalah yang berkenaan dengan segala sesuatu secara sungguh-sungguh guna menemukan hakikat yang sebenarnya. Kata filsafat yang terambil dari bahasa Yunani, yaitu philosophia yang berarti kebijaksanaan atau mencintai kebijaksanaan.
Mengenai objek filsafat, sama halnya dengan objek ilmu pengetahuan terdiri dari dua objek, yaitu objek materi dan objek fomal. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa yang menjadi objek filsafat adalah segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada. Namun, secara garis besarnya objek filsafat terdiri dari tiga aspek, yaitu alam, manusia, dan Tuhan.
Kedudukan filsafat sebagai ilmu pengetahuan dikenal sebagai induk dari segala ilmu pengetahuan, dengan demikian filsafat mempunyai cabang-cabang atau bagian-bagian yang lebih kecil. Bagian-bagian atau cabang-cabang filsafat secara garis besarnya terdiri dari beberapa cabang, yaitu metafisika, epistemologi, logika, etika, estetika, dan sejarah filsafat. Cabang-cabang tersebut secara keseluruhan telah menjelaskan tentang posisi filsafat yang sangat luas cakupannya.
3.      Agama
Pengertian agama yang paling umum dipahami adalah bahwa kata agama berasal dari bahasa Sansekerta yang berasal dari kata a dan gama. A berarti ‘tidak’ dan gama berarti ‘kacau’. Jadi, kata agama diartikan tidak kacau, tidak semrawut, hidup menjadi lurus dan benar. Pengertian gama menunjuk kepada jalan atau cara yang ditempuh untuk mencari keridhaan Tuhan. Dalam agama itu ada sesuatu yang dianggap berkuasa, yaitu Tuhan, zat yang memiliki segala yang ada, yang berkuasa, yang mengatur seluruh alam beserta isinya.
Agama dibedakan dengan agama wahyu dan agama bukan wahyu. Agama wahyu biasanya berpijak pada keesaan Tuhan, ada nabi yang bertugas menyampaikan ajaran kepada manusia dan ada kitab suci yang dijadikan rujukan dan tuntunan tentang  baik dan buruk. Sedangkan pada agama yang bukan wahyu tidak membicarakan tentang keesaan Tuhan, dan tidak ada nabi.

Referensi :
Susanto. 2011. Filsafat Ilmu. Jakarta: Bumi Aksara.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar