Sebagai sebuah profesi,
seharusnya guru tidak berbeda dengan profesi lainnya. Tapi kenyataan yang
berkembang di masyarakat luas tidaklah demikian. Masyarakat menuntut guru bukan
hanya “pemilik kelas” di sebuah sekolah. Guru bukan sekedar profesi, dan memang
tidak pernah bisa dijadikan profesi
sekedar. Profesi sekedar adalah profesi yang dilakukan ala kadarnya. Tanpa target apa-apa. Kalaupun ada target yang ingin
dicapai, target itu biasanya hanya bersifat material. Bukan target yang besar
dan mulia.
Ketika seseorang ingin menjadi guru, maka dia harus
mengubah keinginannya itu menjadi niat tulus dan tekad. Sebab guru bukanlah
profesi yang diawali dengan keinginan, tapi dengan niat tulus (ikhlas) dan
tekad yang kuat. Keinginan bukan dilandasi oleh sebuah idealisme, tapi oleh
motif finansial. Berbeda dengan niat tulus dan tekad, landasannya adalah
idealisme. Dan ketika dia sudah benar-benar akan menjadi guru, maka dia akan
dihadapkan bukan hanya oleh butir-butir peraturan yang dibuat oleh lembaga
pendidikan atau oleh undang-undang yang dibuat pemerintah, tapi dia juga akan
dihadapkan oleh spirit yang
terkandung di dalam makna kata “guru” itu sendiri.
Guru adalah profesi yang mensyaratkan kualitas-kualitas
ruhani tertentu, yang berbeda dengan profesional lainnya. Di lebih mirip
seorang ulama atau ruhaniwan daripada seorang profesional. Ada beberapa profesi
yang dibawa sebutannya sampai keluar lingkaran tugasnya, misalnya guru dan
dokter. Dalam kehidupan di luar tugasnya, seorang guru atau dokter sering
mendapat panggilan seperti profesinya: Pak
Guru, Bu Guru, atau Pak Dokter dan Bu Dokter. Seorang tentara, apoteker,
bankir atau akuntan tidak dipanggil dengan profesinya, misalnya: Pak Tentara,
Ibu Apoteker, Bapak Bankir dan Bu Akuntan. Tapi guru, dia mendapatkan kemuliaan
dari masyarakat kita sehingga profesinya dinisbatkan juga kepada sebutan
pribadinya.
Masyarakat merasa tidak rela bila guru melakukan
kesalahan yang membuat dia menjadi cacat moral. Oleh karena itu kecaman yang
diterima guru bila mereka melakukan kesalahan lebih berat dibandingkan bila
seseorang dengan profesi lainnya yang melakukan kesalahan. Bagi sebagian
masyarakat, guru adalah manusia “separuh dewa” yang tidak boleh salah atau
melakukan kesalahan. Karena mereka mendapatkan kemuliaan dan penghormatan yang
luar biasa, maka alangkah eloknya bila siapa saja yang menjadikan guru sebagai
profesinya, senantiasa menjaga sikap, tutur kata dan tingkah laku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar