Minggu, 20 November 2016

Guru; Profesi yang Berbeda dengan Profesi Lainnya!



Sebagai sebuah profesi, seharusnya guru tidak berbeda dengan profesi lainnya. Tapi kenyataan yang berkembang di masyarakat luas tidaklah demikian. Masyarakat menuntut guru bukan hanya “pemilik kelas” di sebuah sekolah. Guru bukan sekedar profesi, dan memang tidak pernah bisa dijadikan profesi sekedar. Profesi sekedar adalah profesi yang dilakukan ala kadarnya. Tanpa target apa-apa. Kalaupun ada target yang ingin dicapai, target itu biasanya hanya bersifat material. Bukan target yang besar dan mulia.
            Ketika seseorang ingin menjadi guru, maka dia harus mengubah keinginannya itu menjadi niat tulus dan tekad. Sebab guru bukanlah profesi yang diawali dengan keinginan, tapi dengan niat tulus (ikhlas) dan tekad yang kuat. Keinginan bukan dilandasi oleh sebuah idealisme, tapi oleh motif finansial. Berbeda dengan niat tulus dan tekad, landasannya adalah idealisme. Dan ketika dia sudah benar-benar akan menjadi guru, maka dia akan dihadapkan bukan hanya oleh butir-butir peraturan yang dibuat oleh lembaga pendidikan atau oleh undang-undang yang dibuat pemerintah, tapi dia juga akan dihadapkan oleh spirit yang terkandung di dalam makna kata “guru” itu sendiri.
            Guru adalah profesi yang mensyaratkan kualitas-kualitas ruhani tertentu, yang berbeda dengan profesional lainnya. Di lebih mirip seorang ulama atau ruhaniwan daripada seorang profesional. Ada beberapa profesi yang dibawa sebutannya sampai keluar lingkaran tugasnya, misalnya guru dan dokter. Dalam kehidupan di luar tugasnya, seorang guru atau dokter sering mendapat panggilan seperti profesinya: Pak  Guru, Bu Guru, atau Pak Dokter dan Bu Dokter. Seorang tentara, apoteker, bankir atau akuntan tidak dipanggil dengan profesinya, misalnya: Pak Tentara, Ibu Apoteker, Bapak Bankir dan Bu Akuntan. Tapi guru, dia mendapatkan kemuliaan dari masyarakat kita sehingga profesinya dinisbatkan juga kepada sebutan pribadinya.
            Masyarakat merasa tidak rela bila guru melakukan kesalahan yang membuat dia menjadi cacat moral. Oleh karena itu kecaman yang diterima guru bila mereka melakukan kesalahan lebih berat dibandingkan bila seseorang dengan profesi lainnya yang melakukan kesalahan. Bagi sebagian masyarakat, guru adalah manusia “separuh dewa” yang tidak boleh salah atau melakukan kesalahan. Karena mereka mendapatkan kemuliaan dan penghormatan yang luar biasa, maka alangkah eloknya bila siapa saja yang menjadikan guru sebagai profesinya, senantiasa menjaga sikap, tutur kata dan tingkah laku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar